Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 "Pasal Karet" di Aturan PSE Kominfo yang Ancam Blokir Google dkk

Kompas.com - Diperbarui 20/07/2022, 10:43 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk mendaftarkan diri di Indonesia. Jika tidak mendaftar, ada ancaman sanksi administrasi hingga pemblokiran untuk platform seperti WhatsApp, Facebook, Google, dkk.

Kewajiban pendaftaran tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5 Tahun 2020 (Permenkominfo 5/2020). Namun hingga hari ini, Selasa (19/7/2022), sejumlah PSE besar seperti WhatsApp, Google, dkk masih belum mendaftarkan diri. Padahal deadline pendaftaran adalah esok hari, Rabu (20/7/2022).

Menurut pakar IT, Teguh Aprianto, hal ini disebabkan adanya pasal-pasal karet dalam aturan PSE Kominfo tersebut. Menurut Teguh, setidaknya ada beberapa pasal yang dianggap bermasalah.

1. Pasal 9 ayat 3 dan 4

Ayat 3 berbunyi "PSE Lingkup Privarte wajib memastikan: (a) Sistem Eletroniknya tidak memuat informasi Elektronik dan/atau Dokumen elektronik yang dilarang; dan. (b) Sistem Elektroniknya tidak memfasilitasi penyebaran Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilarang".

Sementara Ayat 4 berbunyi "Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan klasifikasi: (a) melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum; dan (c) memberitahukan cara atau menyediakan akses terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilarang".

Baca juga: Apa Itu Kebijakan PSE yang Bikin Google, Facebook, WhatsApp dkk Terancam Diblokir di Indonesia?

Menurut Teguh, kata "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" inilah yang bisa menjadi masalah.

"Nantinya bisa digunakan untuk 'mematikan' kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab 'mengganggu ketertiban umum'," kata Teguh melalui akun Twitter-nya dengan handle @secgron.

Hal ini senada dengan yang diutarakan Perkumpulan pembela kebebasan berekspresi Asia Tenggara (SAFENET) pada 2021 lalu.

Menurut mereka kalimat "meresahkan masyarakat" tidak secara eksplisit dijelaskan dalam aturan.

Nantinya penggunaan klausa semacam "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" tanpa disertai dengan penjelasan konkret, akan menimbulkan penafsiran yang luas.

2. Pasal 14 ayat 3

Pasal 14 ayat 3 berbunyi "Permohonan sebagaimana dimaksud bersifat mendesak dalam hal: (a) terorisme; (b) pornografi anak; atau (c) konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum".

Dalam pasal tersebut, ditemukan lagi kalimat "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum". Hal inilah yang juga dianggap bermasalah karena bisa membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

"Kok konten saya ditakedown? Mereka tinggal jawab 'meresahkan masyarakat'," ungkap Teguh.

3. Pasal 36

Pasal tersebut berisi tiga ayat yakni:

Ayat 1 berbunyi "PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Lalu Lintas (traffic data) dan Informasi Pengguna Sistem Elektronik (Subscriber Information) yang diminta oleh
Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada Narahubung PSE Lingkup Privat."

Ayat 2 berbunyi "Permintaan akses terhadap Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan: (a) dasar kewenangan Aparat Penegak Hukum; (b) maksud dan tujuan serta kepentingan permintaan; (c) deskripsi secara spesifik jenis Data Elektronik yang
diminta; (d) tindak pidana yang sedang disidik, dituntut, atau disidangkan".

Baca juga: Tujuan Kominfo Wajibkan WhatsApp dkk Daftar PSE, Jaga Ruang Digital hingga Wujudkan Keadilan

Ayat 3 berbunyi "PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Konten Komunikasi yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada PSE Lingkup Privat."

Menurut Teguh, melalui Pasal 36 ini penegak hukum nantinya dapat bisa meminta konten komunikasi dan data pribadi pengguna kepada platform atau PSE.

"Apa jaminannya bahwa ini nantinya tidak akan disalahgunakan untuk membatasi atau menghabisi pergerakan mereka yang kontra pemerintah? Ga ada kan?" pungkas Teguh.

Pasal karet aturan PSE Kominfo menurut SAFEnet

Pasal karet dalam Permenkominfo 5/2020 atau aturan PSE Kominfo ini sebenarnya sudah mendapat sorotan sejak 2021 lalu dari perkumpulan pembela kebebasan berekspresi Asia Tenggara (SAFENET).

Menurut Safenet, ditemukan setidaknya tujuh pasal bermasalah, bila dilihat dari perspektif hukum dan prinsip Hak Asasi Manusia. Tiga pasal di antaranya sama dengan yang diungkapkan oleh Teguh.

Pasal 2, Pasal 7, dan Pasal 47

Pada pasal 2, PSE yang ada di Indonesia, baik yang dijalankan dari luar maupun dari dalam negeri, wajib mendaftarkan diri dan mendapatkan sertifikat tanda pengenal yang dikeluarkan oleh Kominfo.

Menurut ahli hukum Herlambang Wiratraman yang bermitra dengan Safenet, kewajiban registrasi bagi seluruh PSE ini merupakan bentuk dari penundukan hukum.

Pasal 9 ayat 4

Sama seperti yang diutarakan Teguh, klausa "meresahkan masyarakat" tidak secara eksplisit dijelaskan dalam aturan.

"Maknanya apa, standarnya apa, cara ngukurnya bagaimana, siapa yang memiliki wewenang dalam menentukannya resah atau tidak resahnya masyarakat?" lanjut Herlambang.

"Dan pada akhirnya membuka ruang perdebatan dan terjadi silang pendapat dalam praktik penegakkan hukum," pungkas Herlambang.

Baca juga: Google.com dan Whatsapp.com Muncul di Daftar PSE Domestik Kominfo

Pasal 14 ayat 1

Pasal 14 ayat (1) Permenkominfo 5/2020 mengatur soal siapa saja pihak yang dapat melakukan permohonan pemutusan akses terhadap informasi dan dokumen elektronik yang dilarang beredar di PSE.

Adapun pihak-pihak yang dimaksud ialah masyarakat, kementerian atau lembaga, aparat penegak hukum, dan lembaga peradilan.

Herlambang menilai, pihak yang diperbolehkan untuk membuat permohonan pemutusan akses terlalu luas sehingga rentan mengganggu aktivitas PSE.

"Di sisi lain, ini juga membuka lebar kemungkinan pemohon untuk menggampangkan pemutusan akses atas informasi karena permintaan sepihak," kata Herlambang.

Pasal 21 ayat 1 dan 2

Pasal ini mewajibkan PSE lingkup privat untuk memberikan akses terhadap Sistem Elektronik dan/atau data elektronik kepada Kementerian atau Lembaga serta aparat penegakan hukum, dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Herlambang menilai, pasal-pasal yang mewajibkan PSE untuk membuka akses terhadap konten komunikasi ini rentan untuk disalahgunakan.

"Apalagi teori three part test-nya juga belum diatur ketat dalam Permenkominfo 5/2020, sehingga praktis, pengaturan ini membuka ruang pelanggaran hak privasi," ungkap Herlambang.

Ia menjelaskan, teori three part test menyangkut tiga hal. "Aturannya harus dinyatakan tegas di dalam hukum, ada alasan dan tujuan yang sah, dan memang diperlukan tindakan batasan itu sejauh tidak melanggar," kata Herlambang.

Baca juga: Daftar PSE yang Sudah Mendaftarkan Diri ke Kominfo

Pasal 36 ayat 5

Pasal 36 ayat 5 yang berbunyi, "PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Pribadi Spesifik yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)".

Dalam Permenkominfo 5/2020, yang dimaksud dengan data pribadi spesifik adalah, data yang berkaitan dengan informasi kesehatan, data biometrik, serta data genetika.

Ada pula data soal kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini, Herlambang menilai bahwa masalah utama pasal tersebut ialah ketidakjelasan soal level urgensi bagi PSE, untuk wajib memberikan akses pada data pribadi, spesifik pada pihak-pihak yang disebutkan pada pasal 36 ayat (5).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com