Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada "Pasal Karet", Ribuan Orang Tandatangani Petisi Tolak PSE Kominfo

Kompas.com - 19/07/2022, 16:45 WIB
Zulfikar Hardiansyah,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

Selain SAFEnet, penilaian mengenai pasal bermasalah dalam kebijakan PSE juga datang dari Teguh Aprianto, konsultan dan peneliti keamanan siber. Salah satu pasal bermasalah yang disoroti dalam Permenkominfo 5/2020, terdapat pada Pasal 9 ayat 3 dan 4.

Dalam dua ayat pada pasal tersebut, terdapat kewajiban yang mengatur PSE Lingkup Privat agar tidak memuat konten informasi yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

Menurut Teguh, kata "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" inilah yang bisa menjadi masalah.

Baca juga: Kriteria Perusahaan Teknologi yang Wajib Daftar PSE ke Kominfo, Selain Google, Facebook, dkk

"Nantinya bisa digunakan untuk 'mematikan' kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab 'mengganggu ketertiban umum'," kata Teguh dalam sebuah thread (utas) di akun Twitter-nya dengan handle @secgron.

Selain dua contoh pasal di atas, masih terdapat pasal-pasal lain dalam kebijakan PSE Kominfo yang juga dinilai bermasalah. Untuk lebih lengkapnya, silakan baca laporan KompasTekno ini “Pengamat Ungkap Deretan "Pasal Karet" di Aturan PSE Kominfo” dan artikel berikut Kominfo "Ancam Blokir WhatsApp, Google, dkk tapi Mengapa Tak Segera Daftar PSE?".

Tanggapan Kominfo

Mengenai petisi tolak PSE tersebut, Direktur Jenderal Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan sah-sah saja ada kritik dari masyarakat.

"Boleh aja tuh, (kan) demokrasi. Namun prosesnya juga panjang ini (perumusannya)," kata pria yang akrab disapa Semmy itu dalam konferensi pers, Selasa (19/7/2022).

Semmy menjelaskan, Permenkominfo Nomor 5/2020 merupakan turunan dari undang-undang Informasi dan Elektronik (ITE) yang juga sempat kontroversial. Namun, menurut Semmy, aturan PSE Kominfo juga dibuat untuk melindungi masyarakat.

"Enggak apa-apa, kita sangat menghormati hak masyarakat. Tapi kita juga harus berpikir ini ada 210 juta masyarakat Indonesia yang perlu juga dilindungi," pungkasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com