Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada "Pasal Karet", Ribuan Orang Tandatangani Petisi Tolak PSE Kominfo

Kompas.com - 19/07/2022, 16:45 WIB
Zulfikar Hardiansyah,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengimbau platform digital seperti Google, Facebook, WhatsApp, dkk untuk segera mendaftar sebagai Penyelengara Sistem Elektronik Lingkup Privat di Kominfo paling lambat 20 Juli besok.

Apabila platform digital yang beroperasi di Indonesia tidak mendaftar hingga batas waktu tersebut, PSE akan dianggap ilegal dan akan diblokir di Indonesia. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permen Kominfo 5/2020).

Akan tetapi, jelang penutupan pendaftaran PSE Lingkup Privat, terdapat petisi penolakan kebijakan PSE yang tersebar di internet dan telah ditandatangani oleh ribuan orang.

Baca juga: Apa Itu Kebijakan PSE yang Bikin Google, Facebook, WhatsApp dkk Terancam Diblokir di Indonesia?

Petisi tolak PSE digagas oleh SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network), sebuah organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang pemenuhan hak-hak digital untuk kawasan Asia Tenggara.

Berdasarkan pantauan KompasTekno, petisi yang bertajuk “Surat Protes Netizen Indonesia” itu mulai disebarkan ke beberapa platform media sosial, salah satunya seperti Twitter, sejak 17 Juli lalu.

Menurut Nenden Sekar Arum, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, petisi tolak PSE hingga saat ini setidaknya telah mendapat dukungan lebih dari 4.500 penandatangan.

“Hingga jam 12 ini, terakhir dicek ada lebih dari 4.500 penandatangan Surat Protes Netizen terkait peraturan menteri Kominfo terkait penyelenggara sistem elektronik lingkup privat,” kata Nenden kepada KompasTekno, Selasa (19/7/2022).

Baca juga: Google, Facebook, WhatsApp dkk Belum Juga Daftar PSE Jelang Ancaman Blokir Kominfo

Menurut akun Twitter SAFEnet dengan handle @safenetvoice, sekitar pukul 13.00 WIB, petisi tersebut sudah ditandatangani oleh lebih dari 4.700 orang.

Menurut Nenden, petisi itu dibuat untuk mewadahi suara masyarakat yang merasa dirugikan dengan keberadaan kebijakan tersebut. Rencananya, petisi ini bakal dilayangkan langsung ke Menteri Kominfo.

“Surat ini (petisi tolak PSE) akan dilayangkan tentunya ke Menteri Kominfo ya. Jadi, kami akan coba berikan ini kemungkinan besar pas hari terakhir pendaftaran (20 Juli 2022).” kata Nenden.

Memuat pasal-pasal yang dinilai "karet"

Dalam poster undangan penandatangani petisi itu, terdapat pernyataan bersama yang memuat keresahan atas substansi kebijakan PSE Lingkup Privat dalam Permenkominfo 5/2020.

Keresahan yang dinyatakan dalam undangan tersebut antara lain seperti kesulitan untuk mengakses layanan sistem elektronik yang biasa digunakan sehari-hari lantaran bakal diblokir setelah 20 Juli 2022.

Baca juga: Ini Dampaknya Jika Google Cs Keukeuh Tidak Daftar PSE Kominfo

Selain bakal kesulitan mengakses layanan elektronik, penolakan juga terjadi lantaran terdapat pasal yang dinilai “karet” atau bermasalah dalam kebijakan PSE Kominfo. Pasal-pasal itu dikhawatirkan akan digunakan secara tidak terukur.

Salah satu contoh pasal bermasalah dalam kebijakan PSE Kominfo terdapat pada Pasal 21 ayat 1 dan 2. Dalam pasal itu, PSE Lingkup Privat wajib memberikan akses terhadap sistem elektroniknya ke Kementerian atau Lembaga serta aparat penegakan hukum.

Pemberian akses ditujukan sebagai langkah pengawasan dan penegakan hukum. Menurut SAFEnet, kewajiban tersebut berpotensi menimbulkan terjadinya pelanggaran hak privasi karena belum terdapat sistem pengawasan yang jelas dalam Permenkominfo 5/2020.

Baca juga: Kriteria Perusahaan Teknologi yang Wajib Daftar PSE ke Kominfo, Selain Google, Facebook, dkk

Selain SAFEnet, penilaian mengenai pasal bermasalah dalam kebijakan PSE juga datang dari Teguh Aprianto, konsultan dan peneliti keamanan siber. Salah satu pasal bermasalah yang disoroti dalam Permenkominfo 5/2020, terdapat pada Pasal 9 ayat 3 dan 4.

Dalam dua ayat pada pasal tersebut, terdapat kewajiban yang mengatur PSE Lingkup Privat agar tidak memuat konten informasi yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.

Menurut Teguh, kata "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum" inilah yang bisa menjadi masalah.

Baca juga: Kriteria Perusahaan Teknologi yang Wajib Daftar PSE ke Kominfo, Selain Google, Facebook, dkk

"Nantinya bisa digunakan untuk 'mematikan' kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab 'mengganggu ketertiban umum'," kata Teguh dalam sebuah thread (utas) di akun Twitter-nya dengan handle @secgron.

Selain dua contoh pasal di atas, masih terdapat pasal-pasal lain dalam kebijakan PSE Kominfo yang juga dinilai bermasalah. Untuk lebih lengkapnya, silakan baca laporan KompasTekno ini “Pengamat Ungkap Deretan "Pasal Karet" di Aturan PSE Kominfo” dan artikel berikut Kominfo "Ancam Blokir WhatsApp, Google, dkk tapi Mengapa Tak Segera Daftar PSE?".

Tanggapan Kominfo

Mengenai petisi tolak PSE tersebut, Direktur Jenderal Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan sah-sah saja ada kritik dari masyarakat.

"Boleh aja tuh, (kan) demokrasi. Namun prosesnya juga panjang ini (perumusannya)," kata pria yang akrab disapa Semmy itu dalam konferensi pers, Selasa (19/7/2022).

Semmy menjelaskan, Permenkominfo Nomor 5/2020 merupakan turunan dari undang-undang Informasi dan Elektronik (ITE) yang juga sempat kontroversial. Namun, menurut Semmy, aturan PSE Kominfo juga dibuat untuk melindungi masyarakat.

"Enggak apa-apa, kita sangat menghormati hak masyarakat. Tapi kita juga harus berpikir ini ada 210 juta masyarakat Indonesia yang perlu juga dilindungi," pungkasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com