Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kominfo Tanggapi Pasal Karet di Aturan yang Wajibkan Google dkk Daftar PSE

Kompas.com - 19/07/2022, 19:00 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 dinilai berisi sejumlah pasal karet. Misalnya, pasal yang dianggap bermasalah adalah Pasal 14 ayat 3 dan Pasal 36.

Hal ini diungkapkan oleh konsultan dan peneliti keamanan siber, Teguh Aprianto dan perkumpulan pembela kebebasan berekspresi Asia Tenggara (Safenet).

Permenkominfo 5/2020 ini sedianya mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat atau platform digital macam Google, Facebook, Instagram, Twitter, dll, mendaftarkan diri ke Kominfo hingga paling lambat 20 Juli 2022.

Baca juga: Ada Pasal Karet, Ribuan Orang Tandatangani Petisi Tolak PSE Kominfo

Selain soal pendaftaran, Permenkominfo 5/2020 ini juga mengatur soal tata kelola moderasi informasi atau dokumen elektronik, permohonan pemutusan akses atas informasi/dokumen yang dilarang, pemberian akses untuk kepentingan pengawasan dan penegakan hukum, serta sanksi administratif yang mungkin dijatuhkan pada PSE yang ada di Indonesia.

Kementerian Kominfo yang diwakilkan oleh Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan pun buka suara terhadap pasal-pasal yang dinilai karet tersebut.

Pasal 14 ayat 3

Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dulu bunyi Pasal 14 ayat 3, sebagai berikut:

"Permohonan (pemutusan akses terhadap infomrasi elektronik/atau dokumen elektronil) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bersifat mendesak dalam hal: (a) terorisme; (b) pornografi anak; atau (c) konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum".

Pasal ini dinilai "karet" karena mencantumkan kalimat "meresahkan masyarakat" dan "mengganggu ketertiban umum". Kalimat tersebut tidak disertai dengan penjelasan konkret, sehingga dinilai akan menimbulkan penafsiran yang luas. Kalimat ini juga disebut bermasalah karena bisa membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Semuel menjelaskan, pemutusan akses atau pemblokiran konten di platform digital itu sudah ada aturannya.

"Ada tata kelolanya dan mereka (platform digital) juga sudah tahu juga kok. Kami nggak sembarangan. Pasti ada ada dialog," kata pria yang akrab disapa Semmy.

Biasanya, bila ada keberatan terkait konten di platform digital, pemerintah bakal mengajukan komplain. Lalu, platform digital bakal meninjau terkait komplain tersebut.

"Kalau ada keberatan terkait komplain, platform bisa ada appeal untuk menjelaskan," kata Semmy.

Baca juga: Pengamat Ungkap Deretan Pasal Karet di Aturan PSE Kominfo

Adapun, kata Semmy, konten yang dianggap "meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum" adalah konten yang melanggar hukum, menghebohkan, dan menimbulkan kontradiktif di masyarakat.

Semmy mencontohkan, konten yang termasuk "meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum" adalah seperti konten ujaran kebencian yang diunggah Saifuddin Ibrahim lewat kanal YouTube-nya.

"Salah satu cara untuk meredam adalah melakukan pemblokiran. Kemarin, kami sampai harus berhubungan dengan Google untuk memastikan (konten ujaran kebencian yang diunggah Saifuddin Ibrahim) tidak bisa diakses dari Indonesia," kata Semmy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com