Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog: "Nyawer" di Live Streaming Berawal dari Coba-coba, kemudian Ketagihan

Kompas.com - 26/07/2022, 13:30 WIB
Lely Maulida,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Donasi atau "saweran" saat live streaming saat ini menjadi hal yang umum ditemukan di media sosial. Kreator konten biasanya melakukan sesuatu yang disukai khalayak, untuk mendapat saweran.

Fenomena ini umum ditemukan di media sosial dan platform video streaming seperti TikTok, YouTube, NimoTV, atau Twitch.

Fenomena ini serupa dengan saweran di dunia nyata, yang bisa ditemukan dalam berbagai acara atau hajatan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Bedanya, saweran di platform digital berlangsung pada siaran langsung (live streaming) di dunia maya.

Untuk nyawer digital, pengguna atau penonton harus memiliki "alat sawer" berupa koin/item digital tertentu sesuai ketentuan platform yang digunakan.

Misalnya di TikTok, pengguna harus membeli koin untuk ditukar sebagai "Gift", yaitu item digital dalam bermacam versi sebagai alat sawer.

Contoh lainnya di platform streaming game, Twitch, penonton harus membeli "Bits" untuk nyawer ke gamer yang sedang streaming langsung.

Baca juga: Cerita Kreator Konten yang Raup Saweran hingga Rp 10 Juta Per Bulan dari Live Streaming

Nominal saweran yang bisa diberikan juga beragam. Bahkan, tidak jarang penonton yang nyawer kreator konten dengan nominal yang besar.

Lantas, mengapa para penonton ini rela menghabiskan uang mereka untuk nyawer kreator konten?

Awalnya coba-coba hingga jadi adiktif

Psikolog klinis dari Yayasan Cintai Diri Indonesia (Love Yourself Indonesia), Alif Aulia Masfufah, menjelaskan bahwa fenomena saweran digital bisa dimulai dari niat yang beragam, mulai dari sekadar iseng mencoba atau hanya ikut-ikutan.

Psikolog klinis dari Yayasan Cintai Diri Indonesia (Love Yourself Indonesia), Alif Aulia MasfufahDokumentasi pribadi Alif Aulia Masfufah Psikolog klinis dari Yayasan Cintai Diri Indonesia (Love Yourself Indonesia), Alif Aulia Masfufah

Menurut psikolog yang akrab disapa Aulia itu, pengguna pada awalnya akan mempelajari perilaku orang lain, sebelum memberikan saweran.

Setelah mengetahui benefit dari praktik saweran, pengguna kemudian mencoba meniru orang lain dengan memberikan donasi ke kreator atau streamer, sehingga terbentuk menjadi kebiasaan.

"Pada prosesnya, mereka nggak akan langsung ngasih koin (nyawer), pasti belajar dulu dari perilaku orang lain. Proses kedua, setelah mereka tau (kalau) orang donasi disukai oleh kreator, diapresiasi, didengarkan dan sebagainya, akhirnya dia respon dengan mencoba itu. Nah terbentuklah kebiasaan memberi karena apresiasi itu," kata Aulia kepada KompasTekno, Selasa (26/5/2022).

Selanjutnya, ketika pengguna merasa nyaman nyawer karena mendapat apresiasi dari kreator, mereka akan merasa memiliki lawan ketika orang lain nyawer dengan nilai yang lebih tinggi.

Untuk itu, pengguna akan memberikan saweran dengan nlai yang lebih tinggi lagi dibanding lawannya.

"Tahap ketiganya, mereka mulai ada lawan. Misal, awalnya cuma ngasih Rp 5.000. Tapi setelah melihat ada yang ngasih Rp 100.000 lebih diapresiasi, harga dirinya terganggu dong. Dia mulai lagi dengan angka yang lebih dari rivalnya. Begitulah episode adiksinya dimulai," jelas Aulia.

Baca juga: Twitch Uji Coba Fitur “Charity”, Bantu Streamer Kumpulkan Donasi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com