Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Pembuatan Satelit Satria Terganggu Perang

Kompas.com - 27/07/2022, 11:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lolos dari pandemi Covid-19, walau agak seret, proses pembuatan satelit HTS (high througput satellite) Satria-1 dihadang perang Rusia – Ukraina yang berkepanjangan.

Padahal satelit pesanan Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) Kementerian Kominfo yang dibangun di pabrik satelit Thales Alenia Space Perancis ini harus diluncurkan pada triwulan 3 tahun 2023 dan mulai beroperasi triwulan berikutnya.

Saat proses pembuatan satelit sudah mencapai 65 persen, perang membuat segalanya berhenti karena komponen dibuat di banyak negara, termasuk Rusia dan Ukraina. Dampak serius pada kemajuan pembangunannya ketika satu pemasok komponen tidak bisa menyelesaikan tugasnya, pembangunan satelit pun harus menunggu. Namun ada kesepakatan antara Kominfo dan Thales, produksi satelit diupayakan selesai sesuai rencana.

Masalah transportasi berpotensi pula jadi kendala, ketika satelit seberat 4,5 ton ini harus diintegrasikan dengan roket peluncurnya SpaceX di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat. Setelah pesawat Antonov-225 Mriya, pesawat kargo terbesar di dunia milik Ukraina hancur dibom Rusia Februari 2022, agak mustahil membawa satelit lewat udara.

Tak ada satu pun pesawat terbang yang mampu mengangkut 253,8 ton seperti Mriya, walau bisa saja Satria-1 diantar pesawat angkut komponen BelugaXL milik Airbus yang kapasitasnya 51 ton, atau pakai sarana angkut kapal laut. Sayangnya jarak tempuh BelugaXL maksimal hanya 4.250 km atau kurang dari 6 jam terbang sementara antarbenua di Atlantik itu butuh pesawat jet yang mampu terbang sedikitnya tujuh jam.

Proses angkut satelit menggunakan pesawat dari mulai persiapan di Thales Perancis hingga dibawa ke kompleks peluncuran SpaceX milik Elon Musk perlu waktu seminggu. Sementara kalau transportasi akan menggunakan kapal laut, butuh waktu sekitar 3 minggu.

Menkominfo Johnny G Plate dan dua dirjennya serta Dirut Bakti Anang Latif, sedang di Amerika bertemu Boeing, pembuat pesawat dan satelit membicarakan pembangunan dan dengan SpaceX soal peluncuran satelit HBS (hot backup satellite – satelit cadangan) Satria-1. Pembangunan HBS dilakukan sejak awal 2022 dan dijanjikan diluncurkan tepat awal 2023, lebih dulu dari Satria-1, juga pakai roket Space-X.

Dari barat ke timur

Penyediaan HBS dimaksudkan untuk mengantisipasi operasional Satria-1 yang gunakan teknologi baru, HTS, yang rumit dan kompleks dan memungkinkan terjadinya anomali saat peluncuran dan operasionalnya. Selain itu juga untuk menambah kecepatan internet sekaligus meningkatkan pengalaman pengguna dari masing-masing pengguna layanan ini.

Biaya transport satelit HBS buatan Boeing di Los Angeles ke SpaceX di Florida lebih murah karena hanya dari pantai barat ke pantai timur Amerika, harganya pun “hanya” Rp 5,2 triliun dari dana USO (universal service obligation) sumbangan operator 1,25 persen pendapatan kotornya. Satelit Satria-1 nilainya Rp 7,68 triliun dibiayai KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) yang akan dicicil Bakti Rp 1,5 triliun tiap tahun selama 15 tahun.

Kedua satelit itu berkapasitas 150 GB, hanya saja Satria1 seluruhnya untuk 150.000 titik di kawasan 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) Indonesia. HBS untuk 3T hanya 80 GB, dan 70 GB sisanya disewakan, antara lain ke Thailand dan Filipina.

Dari 150.000 titik itu Satria-1 akan menjangkau 93.900 sekolah dan pesantren serta madrasah, 3.700 puskesmas, 48.000 titik layanan pemerintah daerah, 3.900 pos polisi dan TNI, dan 600 layanan publik lainnya. Sementara satelit HBS melayani 84.000 titik sekolah, madrasah dan pesantren, 3.700 puskesmas dan rumah sakit, 3.900 titik pos TNI-Polri dan pemda/kelurahan/kecamatan 47.900 titik, semua di kawasan 3T.

Dengan satelit Satria-1, akan dihemat biaya internet selama 15 tahun sebesar Rp 29 triliun, biaya APBN untuk elektronik pemerintah hemat Rp 4 triliun, hemat sebesar Rp 59 miliar selama itu untuk edukasi digital. Ada dua satelit lagi yang akan diluncurkan tahun 2025, Satria 2A dan 2B, berkapasitas 300GB, sementara Indonesia hitungan saat ini butuh beberapa satelit berkapasitas 1 TB (terabyte) atau 1.000 GB yang baru akan tercapai pada 2030.

Tahun depan kalau Satria-1 dioperasikan 15 jam sehari, tiap pengguna hanya akan kebagian 1,14 GB, lalu ketika ditambah Satria 2A dan 2B, jatahnya naik jadi 2,29 GB, jauh dibanding penduduk perkotaan yang bisa mendapat 10 GB. Ketika kebutuhan akan satelit Satria 2A dan 2B diumumkan, investor dari Perancis dan Inggris menyatakan minat mereka, selain juga Boeing dan Maxar Technologies dari Amerika. *

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com