Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Tanggapi Kabar Dugaan Praktik Monopoli di Indonesia

Kompas.com - Diperbarui 17/09/2022, 10:39 WIB
Lely Maulida,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Berdasarkan aturan Google, para pengembang tidak diizinkan menggunakan alternatif pembayaran laiannya. Kebijakan penggunaan GPB ini efektif diterapkan pada 1 Juni 2022.

Baca juga: Denda Kasus Monopoli Google Bisa Pecahkan Rekor

Menurut penelitian KPPU, Google Play Store merupakan platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93 persen. Memang, terdapat beberapa platform lain yang menawarkan layanan serupa seperti Galaxy Store, Mi Store, atau Huawei App Gallery.

Akan tetapi, layanan tersebut bukan perbandingan yang sepadan bila dibandingkan dengan Play Store milik Google. Pengembang juga menilai bahwa Google Play Store sulit digantikan karena mayoritas pengguna di Indonesia mengunduh aplikasi menggunakan Google Play Store.

Tarif GPB dinilai memberatkan pengembang

KPPU juga menemukan bahwa Google memberlakukan kebijakan yang mewajibkan penggunaan GBP untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store.

“Aplikasi yang terkena kewajiban ini tidak dapat menolak kewajiban, karena Google dapat menerapkan sanksi penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store atau tidak diperkenankan dilakukan update atas aplikasi tersebut. Artinya aplikasi tersebut akan kehilangan konsumennya,” kata Mulyawan dikutip KompasTekno dari halaman resmi KPPU.

Kewajiban ini ditemukan KPPU sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30 persen dari harga konten yang dijual.

Sebelum kewajiban penggunaan GPB, pengembang atau developer aplikasi dapat menggunakan metode pembayaran lain dengan tarif di bawah 5 persen.

Selain mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan harga, kewajiban ini juga mengakibatkan terganggunya pengalaman penggunaan (user experience) bagi konsumen.

KPPU juga menduga Google melakukan praktik penjualan bersyarat (tying) untuk jasa dalam dua model bisnis berbeda, yaitu dengan mewajibkan pengembang aplikasi untuk membeli bundling, aplikasi Google Play Store dan Google Play Billing.

Kedua, untuk pembelian di aplikasi, Google hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway/system, sementara beberapa penyedia lain di Indonesia tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam menegosiasikan metode pembayaran tersebut.

Baca juga: Terbukti Monopoli Android, Google Didenda Rp 72 Triliun

Praktik ini berbeda dengan kebijakan yang ditujukan bagi digital content provider global, karena Google memungkinkan mereka untuk kerja sama dengan payment system alternatif.

“Dengan demikian berdasarkan analisis KPPU, berbagai perbuatan Google tersebut dapat berdampak pada upaya pengembangan konten lokal yang tengah digalakkan pemerintah Indonesia,” kata Mulyawan.

Berdasarkan penelitian dan jajak pendapat berbagai pihak, KPPU menyimpulkan bahwa kebijakan Google itu merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat di pasar distribusi aplikasi secara digital.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com