Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog: Orangtua Rugi Jika Larang Anak Pakai Gadget

Kompas.com - 19/09/2022, 11:00 WIB
Caroline Saskia,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di era masifnya perkembangan teknologi digital, penggunaan gadget seperti smartphone, tablet, komputer, hingga laptop kerap dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari. Pengguna gadget yang dimaksud juga termasuk anak-anak.

Intensitas penggunaan gadget pada anak usia dini beberapa tahun ini cukup meningkat. Sebab, gadget kini tidak hanya digunakan untuk mencari hiburan seperti menonton video atau bermain game saja, tetapi juga digunakan untuk membantu proses pembelajaran anak.

Mengingat sejak kemunculan pandemi, aktivitas belajar anak sudah banyak dialihkan secara daring. Hal ini turut membuat sejumlah orang tua kerap mempertanyakan dan mengkhawatirkan terkait apa saja dampak yang diterima anak bila sering terpapar dengan gadget sejak usia dini.

Baca juga: Perlukah Anak-anak Main Gadget?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, psikolog klinis dari Komunitas Love Yourself Indonesia, Alif Aulia Masfufah menjelaskan bahwa pada dasarnya penggunaan teknologi itu sendiri memiliki dampak positif dan negatif.

Dampak negatif yang umumnya diketahui adalah penggunaan gadget dapat menyebabkan anak terlambat belajar bicara, masalah emosional, terikat dengan gadget yang digunakan, merasa kesepian bila tidak ada gadget, hingga masalah pornografi.

Untuk menghindari dampak negatif yang terjadi, penggunaan gadget yang diberlakukan orangtua harus menyesuaikan usia sang anak.

Bila anak berusia 1-3 tahun (batita), penggunaan gadget harus dilakukan ditempat yang bisa dijangkau seperti di ruang tengah dan perlu dibatasi durasi main gadget-nya dalam sehari.

“Kalau (anak) masih 1-3 tahun, penggunaan gadget harus di ruang tengah, harus di tempat yang kelihatan. Jadi, tidak boleh gadget dibawa tidur. Selama di ruang tengah, di tempat di mana semua orang bisa melihat anak main apa, buka apa, itu tidak masalah. Karena gadget bukan sesuatu yang personal bagi mereka,” imbuh Aulia.

Sementara itu, anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar (kelas 1-6 SD), durasi penggunaan bukan lagi permasalahan. Akan tetapi, tetap perlu dibatasi dan diawasi. Asalkan orangtua tetap bisa tahu informasi apa saja yang diakses oleh pengguna.

Baca juga: Cara Batasi Aplikasi yang Dipakai Anak dengan Kid Space di Oppo A74

Pendekatan orangtua terhadap anak di atas usia lima tahun bukan lagi berbicara tentang pembatasan durasi penggunaan gadget, melainkan pengawasan/pemantauan terhadap aktivitas anak di dunia internet.

Namun, tidak selamanya gadget memberikan dampak negatif terhadap anak. Aulia memaparkan bahwa akses terhadap informasi sangat masif sekarang ini. Apabila karena alasan di atas orangtua melarang anak menggunakan gadget, hal tersebut justru merugikan anak dan orangtua secara bersamaan.

“Kalau berbicara (tentang) manfaat, tidak selamanya gadget itu buruk. Yang membuat gadget buruk, misalnya, peran ibu untuk anak batita/balita digantikan dengan gadget, mendidik dan tidur dengan gadget. (Penggunaan gadget) yang salah itu,” ujar Aulia kepada KompasTekno, Rabu (14/9/2022).

Hal ini dikarenakan sumber informasi di internet sudah berkembang sangat pesat. Jadi, bila tidak dimanfaatkan dengan baik, orangtua dan anak justru akan rugi.

“Akses terhadap informasi sekarang “gila-gilaan”, dan (sumber informasi) tempatnya di situ semua ada. Kalau kita tidak memanfaatkan itu sebagai orangtua ke batita dan balita, itu akan rugi sebenarnya,” ujar Aulia.

Bikin kegiatan yang menarik dan edukatif

Ilustrasi anak mengikuti pembelajaran jarak jauh di masa pandemi.Dok. iStock/staticnak1983 Ilustrasi anak mengikuti pembelajaran jarak jauh di masa pandemi.

Orangtua, menurut Aulia, memiliki peranan penting. Selama para orangtua dapat membatasi dan mengontrol penggunaan gadget anak usia dini, mulai dari durasi penggunaan gadget hingga pengenalan gadget, hal tersebut seharusnya tidak akan menjadi masalah.

Bila anak sedang menggunakan gadget, orangtua bisa menciptkan aktivitas-aktivitas yang menarik dan edukatif. Sebagai contoh, belajar bahasa asing, belajar menghitung, atau membuat keterampilan tangan secara bersama-sama.

Psikolog anak, remaja, dan keluarga, Ayoe Sutomo juga menyampaikan hal yang serupa. Penggunaan teknologi diperlukan untuk meningkatkan proses pembelajaran anak, misalnya kemampuan memecahkan masalah (problem solving), kemampuan mencari informasi baru di internet, hingga belajar menggali informasi yang didapatkan.

“Disadari atau tidak, kemampuan untuk mencari keyword di Google, mengambil kesimpulan (dari informasi yang didapat), itu akan dibutuhkan oleh anak sebagai salah satu skill di sekolah atau berinteraksi dengan teman,” jelas Ayoe, saat dimintai penjelasan mengenai manfaat gadget pada anak oleh KompasTekno.

Baca juga: Ketika Metaverse Jadi Tempat yang Berbahaya untuk Anak...

Namun, untuk bisa mencapai hal tersebut, orangtua harus bisa mendampingi anak selama proses pembelajaran berlangsung. Ayoe menambahkan bahwa program pembelajaran yang dipilih orangtua harus senantiasa mendorong dan menstimulasi pola pikir anak.

“Program (pembelajaran) yang dipilih sifatnya (sebaiknya) interaktif (secara) dua arah, bukan hanya anak saya yang orangtua. Oleh karena itu, perlu orangtua mendampingi anak ketika anak terpapar oleh gadget,” tambah Ayoe.

Siap jadi teman diskusi

Ilustrasi anak sedang bercengkrama dengan kedua orangtuanya.pressfoto/ Freepik Ilustrasi anak sedang bercengkrama dengan kedua orangtuanya.

Berdasarkan pemaparan manfaat dan dampak dari penggunaan gadget di atas, pada dasarnya setiap orangtua diharuskan untuk selalu sigap dan siap menjadi teman diskusi bagi anak-anak mereka.

Apabila anak menemukan sebuah informasi yang dianggap membingungkan, orangtua harus menjadi sosok yang dapat memberikan penjelasan yang “masuk akal” untuk diterima sang anak. Agar informasi yang didapat di internet tidak diterima secara mentah-mentah.

“Harus siap menjadi teman diskusi anak. Ketika anak menanyakan suatu informasi yang didapat di gadget, orangtua harus bisatenang untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaann dari anak,” kata Ayoe.

Ayoe juga kembali menegaskan bahwa saat orangtua bisa menjadi teman diskusi yang tepat bagi anak, sang anak akan menjadikan orangtua mereka sebagai orang pertama untuk diajak berdiskusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com