Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Babi Hutan Perusak BTS

Kompas.com - 24/10/2022, 11:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA orang mencuri antena parabola VSAT (very small aperture terminal) milik PT Lintasarta, di Bomou, Kabupaten Deyai dan juga di Piyakademi di Paniai, semuanya di Papua. Sayangnya pecah sehingga tidak bisa digunakan lagi.

Ada juga yang mencuri solar panel yang mahal harganya. Padahal peralatan-peralatan tadi digunakan untuk menangkap sinyal dari satelit dan sumber tenaga listrik bagi BTS (base transceiver station) di kawasan 3T: tertinggal, terdepan, dan terluar di Papua, untuk layanan telekomunikasi kawasan terpencil.

Vandalisme dan pencurian peralatan telekomunikasi di Papua – dan di kabupaten lain – sering terjadi. Kadang kala barang yang dicuri harganya mahal, tetapi tidak bisa dijual karena sangat spesifik seperti feed horn, BUC (block up converter) dan LNB (low noise block).

Juga serat optik yang dikira pencuri adalah kabel tembaga yang bisa dijual kiloan.

“Pencurinya tertangkap, namun bouwheer-nya (mereka yang menyuruh mencuri dan menadah hasilnya), tidak tertangkap,” kata Haerudin dari Lintasarta, salah satu anggota konsorsium pembangunan BTS di Papua.

Pencurian dan perusakan juga terjadi saat BTS sedang dibangun, sehingga acapkali target pembangunan tidak selesai, yang sangat merugikan sekitar 26,5 juta penduduk kawasan 3T.

Tidak hanya itu, gangguan keamanan kelompok bersenjata juga membakar dan menghancurkan semua perangkat yang ada membuat layanan telekomunikasi untuk masyarakat musnah.

Perlu waktu yang lama, biaya yang tidak sedikit untuk membangun kembali kompleks BTS itu, sementara masyarakat sekitar dirugikan karena mereka akan kembali terkucil dari dunia luar.

BTS membuka isolasi di kawasan 3T, menghubungkannya ke dunia luar lewat perangkat komunikasi BTS yang berhubungan dengan satelit.

Sinyal-sinyal yang masuk dari sateilit disebarkan ke ponsel-ponsel penduduk sehingga mereka bisa menghubungi dunia luar, atau sebaliknya, dari ponsel ke BTS diteruskan ke satelit untuk dikirim ke BTS tujuan nun jauh di sana.

Tidak hanya ponsel, sinyal BTS bisa digunakan untuk aktivitas internet. Pelajar bisa mengakses informasi dari mana saja terkait pelajaran sekolahnya, seperti halnya saudara-saudara mereka di perkotaan yang mengunduh pelajaran lewat internet sehingga tingkat pengetahuan pelajar di kawasan 3T bisa setara dengan saudaranya di perkotaan yang dilimpahi sinyal selulernya.

Begitu strategisnya peran BTS di 3T dan begitu gemarnya penjahat mencuri perangkat BTS, Bakti Kominfo dan konsorsium yang membangun BTS merekrut penduduk setempat menjadi penjaga.

Mereka, para site keepers, bukan melakukan perawatan atau perbaikan perangkat BTS, tetapi hanya menjaga dari luar kawasan BTS yang dikurung pagar tinggi, dan melaporkan jika terjadi gangguan, misalnya perusakan atau pencurian perangkat.

Babi hutan

Bukan hanya pencuri yang mencopot atau merusak BTS, babi hutan pun tidak segan menghancurkan pagar besi dan kawat berduri BTS setinggi tiga meter itu.

Sifat babi hutan selalu menggunakan jalan yang sama ketika berangkat dan pulang mencari makan. Ketika di rintisan jalannya ada bangunan, mereka tidak segan menyeruduk, menghancurkan penghalang jalannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com