Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

kolom

"Ware Tada Taru Wo Shiru" sebagai Pedoman Pertahanan Tsunami Informasi

Kompas.com - 13/11/2022, 10:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Salah satu alasannya, pada zaman kiwari selain media portal baik bonafide maupun abal-abal, berbagai aplikasi media sosial seperti Meta, Instagram, Youtube, aplikasi percakapan seperti Line dan Whatsapp sering juga menjadi media untuk menyebarkan informasi.

Menurut situs Ookla, pengguna aplikasi media sosial di Indonesia jumlahnya ratusan juta. Akibatnya bisa Anda bayangkan sendiri.

Satu informasi bisa berkembang menjadi beberapa puluh, ratusan, bahkan ribuan informasi baru. Ini menjadi riskan jika dalam "berkembang biaknya" informasi tersebut, ada tambahan bumbu racikan.

Kalau itu terjadi, hasilnya adalah informasi awal kerap menjadi kabur. Kemudian informasi berubah sehingga isinya menjadi ganas dan liar.

Saya mengibaratkan saat ini, kita berada ditengah tsunami informasi. Saya sebut tsunami karena selain jumlahnya besar (baca: tidak terhitung), informasi yang umumnya beredar di dunia maya tidak semuanya sahih alias asli dan benar.

Kita tahu tsunami menyapu bersih semuanya, sehingga gumpalan ombak laut yang tadinya bening menjadi hitam merasuk ke daratan, membawa serpihan barang yang hancur hanyut bersamanya.

Jika tidak menggunakan pikiran dan akal sehat, maka orang akan terseret arus tsunami, terutama kalau banyak mengonsumsi informasi keliru. Andai kata ini terjadi, maka dapat berakibat serius.

Di dunia nyata, misalnya, bisa mengakibatkan gesekan dan lebih parahnya lagi perpecahan dalam kehidupan kebangsaan.

Dari banyaknya informasi tersebut, tak semua adalah hal layak kita simak. Dugaan saya, kemungkinan besar informasi yang beredar adalah informasi tidak penting.

Tidak penting itu artinya begini. Jika tak tahu pun, maka tidak ada pengaruhnya sama sekali dalam kehidupan, misalnya sebagai pegawai, ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan lainnya.

Saya pernah membaca buku karangan dokter dan psikiater berkebangsaan Swedia bernama Anders Hansen. Dia menerbitkan buku yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris berjudul Insta-brain. Sebagai catatan, saya membacanya dalam versi terjemahan bahasa Jepang.

Dia berpendapat bahwa otak manusia tak mengalami banyak perubahan sejak nenek moyang yang melakukan perburuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pada zaman primitif.

Sehingga dalam era arus informasi yang tidak dapat lagi dibendung seperti sekarang ini, otak manusia tak mampu menyesuaikan diri.

Ini diperparah dengan kecanduan orang pada gawai. Kecanduan ini bisa mengganggu ritme tubuh, yang bisa mengakibatkan berkurangnya waktu untuk istirahat.

Efeknya bisa kita rasakan, misalnya, kecepatan berpikir dan keakuratan informasi yang bisa disaring oleh otak menjadi turun drastis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com