Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Joe Biden: Elon Musk Patut Diawasi

Kompas.com - 14/11/2022, 07:00 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Sumber CNBC

KOMPAS.com - Akuisisi Elon Musk terhadap Twitter dengan nilai transaksi senilai 44 miliar dollar AS (sekitar Rp 634 triliun) memantik sejumlah polemik baru.

Salah satunya soal Pangeran Saudi Alwaleed bin Talal dari Kerajaan Arab Saudi serta kerajaan Qatar yang ikut membekingi Elon Musk untuk mengakuisisi Twitter. Pangeran Arab ini memiliki saham yang besar di Twitter.

Terkait masalah ini, Presiden Amerika Serikat Joe Biden pun ikut buka suara. Biden mengatakan bahwa Elon Musk patut untuk diawasi.

Hal itu dikatakan Biden ketika ditanya awak media saat konferensi pers di Gedung Putih dengan pertanyaan berbunyi: "Apakah menurut Anda Elon Musk adalah ancaman bagi keamanan nasional AS dan haruskah AS, dengan kemampuan yang Anda miliki, menyelidiki akuisisi bersama twitter dengan pemerintah asing, yang termasuk Saudi?".

Baca juga: Lagi, 5 Petinggi Twitter Mundur Usai Elon Musk Memimpin

Joe Biden pun menjawab, "Kerja sama dan/atau hubungan teknis Elon Musk dengan negara lain layak untuk diperhatikan. Apakah dia melakukan sesuatu yang tidak pantas? Saya tidak bilang begitu. Saya bilang itu layak untuk diawasi dan hanya itu yang akan saya katakan".

Pangeran Saudi dan Kerajaan Qatar di belakang Twitter

Hubungan Musk dengan Pangeran Saudi dan kerajaan Qatar dipertanyakan sebab keduanya kini menjadi investor terbesar di Twitter setelah perusahaan jejaring sosial itu menjadi perusahan privat.

Alwaleed bin Talal yang merupakan pemegang saham lama Twitter memiliki puluhan juta saham ketika Twitter masih perusahaan publik. Ini menjadikan Pangeran Saudi itu sebagai investor terbesar kedua di Twitter.

Dalam dokumen pengajuan, Pangeran Alwaleed bin Talal bersama Kingdom Holding Company (KHC) Arab Saudi memilih melanjutkan kepemilikan mereka atas saham Twitter senilai 1,89 miliar dollar AS (sekitar Rp 29,2 triliun) setelah akuisisi Twitter oleh Musk rampung.

Selain Arab Saudi, Anak perusahaan dari Sovereign Wealth Fund (SWF) Qatar juga menyumbangkan 375 juta dollar AS (sekitar Rp 5,8 triliun) dalam akuisisi ini, sebagai imbalan atas saham perusahaan induk Musk.

Kepemilikan saham Twitter oleh pemerintahan asing inilah yang menjadi polemik. Sebab, Twitter kini sudah resmi menjadi perusahaan privat dengan segilintir investor saja.

Twitter tak lagi menjadi perusahaan publik yang harus melaporkan kegiatan perusahaannya secara publik lagi.

Padahal, Twitter kini menjadi platform utama bagia semua orang, termasuk politisi AS untuk menyampaikan pendapat politik mereka secara publik.

Baca juga: Ada Uang dari Bos Kripto di Balik Akuisisi Twitter oleh Elon Musk

Twitter juga menjadi wadah bagi banyak kantor pemerintah federal, negara bagian dan lokal untuk menyampaikan informasi tentang segala hal mulai dari bencana iklim hingga orang hilang.

Twitter pun menjadi platform andalan bagi jurnalis dan aktivis di seluruh dunia untuk berbagi cerita mereka.

Hadirnya sosok "pemerintahan asing" di Twitter yang kini menjadi perusahaan privat milik Elon Musk dikhawatirkan. Setidaknya begitulah yang diungkapkan oleh Senator Chris Murphy yang memimpin subkomite Hubungan Luar Negeri.

Halaman:
Sumber CNBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com