Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Dimitri Mahayana, M. Eng, CISA, ATD
Dosen STEI ITB & Founder Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Indonesia

Dimitri Mahayana adalah pakar teknologi informasi komunikasi/TIK dari Bandung. Lulusan Waseda University, Jepang dan ITB. Mengabdi sebagai Dosen di STEI ITB sejak puluhan tahun silam. Juga, meneliti dan berbagi visi dunia TIK kepada ribuan profesional TIK dari ratusan BUMN dan Swasta sejak hampir 20 tahun lalu.

Bisa dihubungi di dmahayana@stei.itb.ac.id atau info@sharingvision.com

kolom

Berkaca Kasus Indra Kenz dan Reza Paten: Hati-hati, Artificial Intellegence Jadi Ilmu Palsu

Kompas.com - 15/11/2022, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDRA Kenz akhirnya divonis 10 tahun penjara serta denda Rp 5 miliar atas kasus trading bodong oleh Pengadilan Negeri Tangerang.

Ia terjerat Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pekan lalu, Indonesia dihebohkan kasus Reza Shahrani (Reza Paten) terkait dugaan kasus penipuan robot trading Net89.

Bareskrim Polri telah menetapkan Reza Paten sebagai tersangka. Sebanyak 150 rekening dari 25 bank milik Reza dibekukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK.

Data PPATK, perputaran uang di seluruh rekening tersebut lebih dari Rp 1 triliun.

Reza dikenal sebagai pedagang mata uang asing dan menggeluti dunia trading sejak 2019.

Laki-laki berusia 38 tahun itu lulusan Teknik Informatika, dia terjun di dunia trading berbarengan berdirinya Net89 yang merupakan platform buatan PT Simbiotik Multitalenta Indonesia.

Seolah tak pernah selesai, kejadian ini meneruskan apa yang sebelumnya terjadi dengan kasus Doni Salmanan dan Indra Kenz.

Keduanya setipikal Reza Paten menawarkan untung berlipat dikemas dalam layanan aplikasi digital, termasuk di dalamnya embel-embel kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Sebuah muslihat yang menipu, sekaligus menyengsarakan banyak masyarakat Indonesia!

Tulisan ini hendak mengingatkan bahwa AI, terutama dalam bisnis trading harus bisa dicermati terlebih dahulu.

Sebab, kecerdasan buatan yang seolah menghiptonis tersebut, dalam hemat penulis, sesungguhnya adalah sebuah praktik keilmuan AI yang palsu alias pseudoscience!

Mengapa paslu? Merujuk Andrew W. Lo dan Jasmina Hasanhodzic dalam jurnal ilmiah The Evolution of Technical Analysis: Financial Prediction from Babylonian Tablets to Bloomberg Terminals (2010) disebutkan, keefektifan analisis teknis dan fundamental dibantah oleh efficient-market hypothesis, yang menyatakan bahwa harga pasar saham pada dasarnya tidak dapat diprediksi.

Karenanya, sambung riset Paulos, J.A pada A Mathematician Plays the Stock Market (2003), penerapan AI pada mesin trading masih dianggap oleh banyak akademisi sebagai pseudoscience.

Penulis terlibat dalam sejumlah riset tim terkait. Contohnya pada riset berjudul Deep Reinforcement Learning to Automate Cryptocurrency Trading (Tugas akhir Elbert Shan: Juni 2022), yang menyimpulkan bahwa penggunaan algoritma PPO dalam pasar Bitcoin tidak terbukti menghasilkan keuntungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com