Ketiga, mengikuti Imre Lakatos hingga Mario Bunge (1984), What is Pseudoscience? (Skecptical Inquirer, Vol. 9), AI sebaiknya dikembangkan dalam suatu ekosistem lengkap yang menjamin AI sebagai suatu program riset yang progresif.
Rumusannya adalah E=(C,S,D,G,F,B,P,K,A,M). Kepanjangannya adalah Ecosystem = Cognitive community, Society, General outlook (world-view), Domain, Formal background, specific Background, Problematics, specific fund of Knowledge, Aims, dan Methodics.
AI benar-benar akan menjadi sains yang bisa dipertanggungjawabkan bila semua unsur dalam ekosistem ini ada dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sebagai contoh, pengembangan AI tanpa metode ilmiah yang jelas disertai dengan pengujian yang jelas dan transparan akan berpotensi menghasilkan pseudosains.
Contoh lain, pengembangan AI perlu pengembangan masyarakat dan komunitas ilmiah, yang mendukung berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan AI, publikasinya serta menjamin ketangguhan kualitas saintifiknya.
Keempat, pemerintah mungkin perlu mulai mengantisipasi dan memikirkan bagaimana agar booming penerapan AI di tanah air terkendali, tertata dengan baik, dan tidak menghasilkan banyak pseudo-science yang malah akan menjadi boomerang menimbulkan banyak kerugian di tanah air tercinta.
Bila perlu, mungkin pengaturan dan regulasinya mulai dipikirkan dan dikembangkan.
Akhir kata, tanpa langkah-langkah yang jelas dari pemerintah, komunitas ilmiah, industri yang menerapkan AI, maka AI berpotensi menjadi pseudo sains. Alih-alih menebar keberkahan, AI yang pseudo sains berpotensi menebar petaka. Waspadalah!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.