Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Keluhan Masyarakat soal Ponsel “No Service”

Kompas.com - 22/11/2022, 10:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Seperti yang dialami Ruddy R, 40 tahun, yang membeli ponsel pintar seharga Rp 19 juta di agen resmi ponsel di Jakarta Selatan, dua pekan lalu.

Ponsel mahal ini begitu diisi kartu SIM tidak bisa digunakan, dan kata petugas agen resmi, “Biasanya dua hari baru hidup, tunggu saja”.

Dua hari lewat, seminggu lewat, layar ponselnya tetap no service. Mendatangi gerai penjual, Ruddy malah ditawari jasa membuka (unlock) kunci seperti ditawarkan antara lain di Shopee, bayar Rp 380.000, untuk tiga bulan.

“Bisa unlock setahun, atau selamanya, tetapi harganya beda,” kata Ruddy mengutip si pelayan gerai, yang menyebut angka hampir dua kali lipatnya.

Ruddy juga ditawari “pemutihan” tanpa unlock, ke kantor Bea Cukai.

Namun harapan Ruddy, juga Santo (35 tahun) yang membeli ponsel dari toko di pusat perdagangan ponsel di Roxy dengan kasus sama, kandas.

IMEI ponsel Santo tidak terdaftar karena ponselnya BM yang masuk lewat jasa titipan, bawaan pribadi atau selundupan.

Kena keringat

Sebagai ponsel bawaan – diizinkan peraturan tetapi hanya dua buah dan harga maksimal 500 dollar AS – kalau ingin dibuka harus membayar berbagai pajak.

Aturan Bea Cukai menyebutkan, keduanya harus membayar bea masuk 10 persen atau Rp 1,9 juta, PPH pasal 22 sebesar 10 persen = Rp 1,9 juta dan PPN 11 persen (Rp 2,299 juta), yang kalau setiap bagian ketika digabung dan dihitung persennya, munculah kewajiban bayar 33,1 persen, sejumlah Rp 6,289 juta.

Santo beli ponsel BM dengan harga Rp 300.000 lebih murah dari gerai resmi. Kalau ia bayar pajak menurut aturan Bea Cukai, berarti ia membeli ponsel itu Rp 6 juta lebih mahal dibanding harga resmi.

Ponsel pun jadi buah simalakama. Dipakai tidak bisa, bayar pajak membuat sakit perut. Santo balik lagi ke gerai tempat membeli ponsel, lalu OK, ia bayar Rp 450.000 untuk unlock setahun, meski dengan Rp 600.000 janjinya bisa unlock selamanya.

Dari laporan masyarakat, tampak kontrol lewat CEIR terkesan agak kendor. Seperti ungkap dua agen resmi yang ketika memasukkan daftar 200.000 IMEI iPhone, saat keluar daftarnya jadi 250.000 IMEI, yang 50.000 sisanya entah milik siapa. Bisa jadi IMEI ponsel dari gerai resmi seperti kasus Ruddy.

Ponsel yang didaftarkan sebagai milik turis oleh kios-kios ponsel sebagai perpanjangan tangan operator seluler masih leluasa, walau tetap memang akan mati setelah 90 hari.

Kios semacam ini pun banyak yang menjual ponsel BM dan bisa unlock seperti yang ditawarkan di beberapa market place.

Tidak hanya Ruddy dan Santo, ada ratusan orang lainnya, mayoritas pembeli iPhone 13 dan iPhone 14 yang tidak hanya BM, juga ponsel dari satu gerai resmi.

Sebagian, sedikit, ada yang mau mengembalikan harga pembelian tetapi tidak penuh. Ponselnya dianggap sudah “kena keringat”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com