KOMPAS.com - Pengembang dan penerbit game asal Amerika Serikat (AS), Riot Games, meradang dan melayangkan gugatan terhadap pengembang dan penerbit game asal China, NetEase.
Dalam dokumen tuntutan yang dikirim ke pengadilan di beberapa negara (Inggris, Jerman, Brasil, dan Singapura), Riot Games mengatakan bahwa game Hyper Front buatan NetEase merupakan hasil jiplakan dari Valorant.
Valorant sendiri adalah game populer besutan Riot Games. Sama seperti Valorant, Hyper Front merupakan game tembak-tembakan dengan format lima lawan lima (5 vs 5).
Dalam game ini, pemain juga bisa berperang di beragam mode, serta menggunakan aneka kostum (skin) untuk senjata, karakter, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Daftar Kode Error Game Valorant dan Cara Mengatasinya
Bedanya, Valorant hanya tersedia di platform PC, sedangkan Hyper Front hanya tersedia di platform mobile (Android dan iOS).
NetEase belum menanggapi soal tuntutan Riot Games ini. Dalam tuntutannya, Riot Games menduga NetEase telah mengubah beberapa elemen di dalam Hyper Front supaya tidak sama persis dengan Valorant.
Tapi tetap saja, pelanggaran hak cipta yang dilakukan NetEase, menurut Nabel, sudah terlampau banyak.
"Semua elemen kreatif di dalam game kami ditampilkan di game NetEase. Menurut kami, meski mereka mengubah beberapa elemen tersebut dengna warna yang berbeda, tetap saja itu melanggar hak cipta kami," jelas Nabel, dikutip KompasTekno dari Polygon, Kamis (15/12/2022).
Gugatan terhadap NetEase ini dilayangkan Riot Games di beberapa negara operasional NetEase, seperti Inggris, Jerman, Brasil, dan Singapura. Gugatan tersebut dilayangkan sesuai dengan regulasi terkait hak cipta yang berlaku di masing-masing negara.
Baca juga: Valorant Pamer Karakter Baru, Agen Harbor Sang Controller Pengendali Air
Menurut Nabel, hal ini dilakukan karena NetEase beroperasi secara global, dan Riot Games tak ingin fokus kepada satu pasar operasional NetEase saja. Selain itu, Riot Games juga ingin NetEase serius merespons tuntutan ini.
"Sama seperti Riot Games, NetEase adalah perusahaan global. Kami ingin mereka tahu bahwa kami menanggapi masalah penjiplakan ini sebagai masalah serius," imbuh Nabel.
Ini bukan pertama kalinya NetEase digugat oleh sebuah perusahaan game terkait dugaan penjiplakan konten.
Pada 2018 lalu, NetEase digugat PUBG Corporation terkait masalah beberapa elemen di dua game andalannya, yaitu Knives Out dan Rules of Survival, dengan game PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG).
Masalah ini lantas selesai pada 2019, namun, tidak disebutkan berapa uang yang harus dibayar NetEase kepada PUBG Corporation.
Saat ini, perseteruan antara Riot Games dan NetEase tampaknya akan terus berlanjut dan berlangsung selama beberapa waktu ke depan.
Menurut Nabel, tuntutan ini nantinya akan meminta kerugian materi yang disebabkan oleh NetEase via Hyper Front, serta meminta pengadilan untuk menonaktifkan layanan game Hyper Front, boleh jadi di seluruh negara operasional NetEase.
Baca juga: 3 Developer Game Indonesia Lulus Indie Games Accelarator
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.