VP Corporate Communication PT Telkom Indonesia, Pujo Pramono, ketika itu mengatakan bahwa pihaknya melakukan koordinasi internal untuk memastikan validitas data yang diduga bocor.
Pujo juga mengeklaim bahwa pihaknya tak pernah mengambil keuntungan komersial, terlebih memperjualbelikan data pribadi pelanggan.
Bjorka kembali beraksi pada 31 Agustus 2022. Melalui sebuah unggahan di forum online Breached Forums, ia membagikan sampel data dan menjual sekitar 1,3 miliar data registrasi kartu SIM prabayar di Indonesia.
Data registrasi kartu SIM prabayar yang dijual Bjorka ini meliputi nomor HP, NIK (Nomor Induk Kependudukan) pelanggan, informasi operator seluler yang dipakai, serta tanggal registrasi kartu SIM.
Menurut Bjorka, data registrasi kartu SIM prabayar yang ia miliki berukuran 18 GB (Compressed) atau 87 GB (Uncompressed), dan dijual dengan harga 50.000 dollar AS (sekitar Rp 743 juta).
Adapun sejumlah data registrasi kartu SIM prabayar ini, menurut peneliti keamanan siber independen Afif, disebut valid dan benar milik seorang pengguna.
Baca juga: Serangan Siber Bjorka dan Kebocoran Data, Tanggung Jawab Siapa?
Ratusan juta data masyarakat Indonesia tersebut dibagikan dan dilego Bjorka di Breached Forums.
Adapun data pribadi masyarakat yang tercantum dalam data dibagikan Bjorka meliputi NIK (Nomor Induk Kependudukan), nomor KK (Kartu Keluarga), nama lengkap, alamat domisili, hingga keterangan status disabilitas.
Data yang diklaim berukuran 4 GB (Compressed) ini dijual Bjorka dengan harga 5.000 dolar AS (sekitar Rp 74,4 juta).
Menurut peneliti keamanan siber Afif Hidayatullah, data ini valid dan diduga berasal dari server KPU pusat.
Dalam pernyataan kepada Kompas.com, pihak KPU membantah bahwa data yang diugngah Bjorka bersumber dari mereka. Hal ini disimpulkan setelah melakukan analisis mendalam terhadap situs-situs web KPU.
Kasus ini terjadi pada 10 September 2022 lalu. Saat itu, Bjorka diduga mengunggah sekitar 679.000 dokumen-dokumen Presiden RI periode 2018-2021 yang berukuran 40 MB (Compressed).
Untuk menunjukkan keasliannya, Bjorka mencantumkan sejumlah judul dokumen negara yang konon berasal dari server Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut.