KOMPAS.com - Google kembali dijatuhi denda di Amerika Serikat (AS). Raksasa mesin pencari itu didenda sebesar 29,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 459 miliar oleh pengadilan negara bagian Washington DC dan Indiana.
Denda ini harus dibayar Google karena mereka terbukti melanggar aturan privasi dan perlindungan data pribadi di dua negara bagian AS tersebut, yaitu dengan melacak lokasi pengguna tanpa izin.
Selain itu, Jaksa Penuntut Umum Indiana, Tood Rokita, mengatakan bahwa Google terbukti telah menyampaikan informasi yang manipulatif terkait kebijakan pengumpulan data lokasi pengguna sejak 2014 lalu.
Selain denda, Google juga sepakat untuk memperjelas aturan terkait pelacakan lokasi pengguna yang memakai layanan mereka, baik itu melalui website atau aplikasi.
Baca juga: Google Terbukti Bersalah Lagi, Harus Bayar Denda Terbesar Sepanjang Sejarah
Dalam sebuah pernyataan, Rokita mengatakan bahwa putusan pengadilan ini merupakan bukti bahwa negara bagian tersebut ingin melindungi masyarakatnya.
"Kami akan terus memastikan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi ini pertanggung jawab atas praktik bisnis tak pantas yang bisa memanipulasi konsumen," ujar Rokita, dikutip KompasTekno dari TheHill, Selasa (3/1/2023).
Sebelum Washington DC dan Indiana menjatuhkan denda kepada Google, negara bagian lainnya di AS, seperti Oregon dan Nebraska, sudah melakukan hal serupa lebih dulu kepada Google pada November 2022 lalu.
Ketika itu, Google sepakat membayar denda senilai 391,5 juta dollar AS (sekitar Rp 6,1 triliun) atas pelanggaran privasi, lantaran telah melacak pengguna secara diam-diam.
Konon, denda ini merupakan denda terbesar yang dibayar Google, sekaligus denda terbesar sepanjang sejarah AS yang melibatkan masalah privasi pengguna.
Negara bagian Arizona juga sudah menjatuhkan denda kepada Google senilai 85 juta dollar AS (sekitar Rp 1,2 triliun) pada Oktober 2022 lalu.
Baca juga: Perintah Google ke Vendor HP Android Berbuah Denda Rp 2,5 Triliun
Laporan yang dilengkapi dengan berbagai data dan bukti dari pengguna itu mengeklaim bahwa Google terbukti mengumpulkan data lokasi pengguna secara diam-diam tanpa izin pengguna.
Pada saat laporan ini mencuat, Google sempat melakukan pembelaan dan mengatakan bahwa pelacakan data pengguna ini mengacu pada kebijakan lama Google yang kini disebut sudah diperbarui.
Namun, perusahaan asal Mountain View, California, AS, tersebut tak bisa mengelak lantaran bukti-bukti yang dimiliki pengadilan mengarah kepada fakta bahwa Google terbukti bersalah.
Meski banyak negara bagian di AS yang menuntut Google, negara bagian AS yang menjadi markas dari sebagian besar perusahaan teknologi dunia termasuk Google itu sendiri, yakni California, tak ikut mengincar Google.
Hal ini terbilang wajar karena California konon memiliki aturan dan hukum tersendiri terkait privasi dan pengumpulan data pengguna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.