Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Mriya Hancur, Satelit Dikirim Pakai Beluga

Kompas.com - 28/01/2023, 16:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEKAN lalu, sebuah satelit milik Inmarsat seri I-6F2 diangkut dari pabriknya di Toulouse, Prancis menyeberang Samudera Atlantik ke Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS) untuk dilontarkan ke langit oleh roket SpaceX Falcon 9.

Satelit maritim itu akan “diparkir” di titik tetap GEO (geostationer earth orbit) di ketinggian 36.500 kilometer dari muka Bumi, dan mulai dioperasikan pada Februari 2023. Satelit seberat 5,47 ton ini diangkut pesawat angkut yang mirip ikan paus beluga, Airbus Beluga A 300-600 ST (super transporter), pengembangan dari AB Beluga A 300-600 milik pabrik pesawat Airbus.

Beluga A300-600 yang panjangnya 60,3 meter dan tinggi 18,9 meter itu mampu membawa kargo seberat 53 ton. Namun kemampuan jarak tempuh Beluga hanya 4.074 kilometer. Padahal jarak Toulouse di Prancis dan Kennedy Space Center di Florida, AS 7.000 kilometer lebih.

Baca juga: Airbus Beluga XL Terbang Perdana di Atas Kota Toulouse

Sementara Samudera Atlantik di antara dua benua itu semua berupa laut lepas, tiada pulau dengan bandara di atasnya. Padahal untuk amannya penerbangan, Beluga harus mampir ke beberapa bandara, mengisi bahan bakar. Satu di antaranya Bandara Internasional St John di New Foundland di pantai Samudera Atlantik Utara.

Melambung

Dalam melakukan perjalanan Beluga harus melambung menyusuri pantai Eropa Barat di Atlantik Utara ke arah Kutub Utara, sampai Bandara St John di New Foundland. Dari sana Beluga menyeberangi selat pendek ke Kanada di benua Amerika, terus belok ke selatan sampai Miami dan berakhir di Kennedy Space Center di Cape Canaveral, di Florida.

Satelit Inmarsat I-6F2, satelit generasi keenam yang kedua setelah yang pertama berhasil diterbangkan ke Jepang dengan pesawat angkut raksasa Antonov AN-225 Mriya awal 2022. Mriya, monster seberat 600 ton ini Februari tahun lalu hancur dibom Rusia di hangarnya, di Ukraina.

Mriya – artinya mimpi – harganya sekitar 250 juta dollar AS, mampu membawa beban sebanyak 250 ton, sebanding dengan 3.500 buah mesin cuci atau satu KRL (kereta rel listrik) seberat 200-an ton. Panjang badannya 84 meter, lebar sayap 88,4 meter dan tinggi 18,1 meter, sama tinggi dengan bangunan lima lantai.

Baca juga: Inmarsat Tawarkan Pelacakan Pesawat Gratis

Mriya ditenagai enam mesin turbo jet dan mampu terbang sejauh 15.400 km dengan kecepatan rata-rata 850 km/jam.

Setelah Mriya yang perkasa itu hancur, tidak ada lagi pesawat super besar yang mampu membawa beban besar dan berat menyeberang Atlantik.

Padahal Satelit Satria-1 milik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo yang harganya 550 juta dollar AS, sekitar Rp 8,2 triliun saat ini, harus diseberangkan dengan rute sama dengan Inmarsat I-6F2 pada triwulan ketiga tahun ini.

Pernah dipikirkan transportasi Satria1 menggunakan kapal laut yang lebih murah, tetapi butuh waktu berlayar sekitar 14 hari.

Satelit Satria-1

Satria1 tampaknya akan diangkut Beluga, yang dengan “melompat-lompat” hanya memakan waktu perjalanan sekitar dua hari. Satria-1 akan diluncurkan ke orbit GEO di ketinggian 36.500 km di atas Bumi oleh roket SpaceX Falcon9, dan dioperasikan pada triwulan keempat.

Satria1 yang merupakan satelit multi fungsi, HTS (high throughput satellite), merupakan satelit modern yang pertama di Asia dan kelima di dunia. Kapasitas Satria1 mencapai 150 gigabit per detik (GBPS) yang akan disebarkan ke 150.000 titik di kawasan 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) di Nusantara.

Satelit HTS Satria beda dengan satelit komunikasi konvensional yang cakupannya (footprint) berupa kawasan yang utuh sambung menyambung, termasuk mencakup samudera, hutan rimba yang kosong penduduk selain kawasan permukiman serta bisnis.

Baca juga: Satelit Satria-I Bakal Punya 11 Stasiun Bumi, Ini Lokasinya

Satria1 berfungsi seperti BTS (base transceiver station) yang cakupannya sempit, fokus di titik tertentu saja. Ia melayani lebih dari 93.000 titik sekolah dan madrasah, 47.000 kantor pemerintahan desa dan kecamatan, 3.900 pos-pos keamanan TNI dan Polri, 3.700 fasilitas kesehatan antara lain puskesmas dan rumah sakit, dan 600 titik layanan publik lainnya.

Selain akan meluncurkan satelit Satria berikutnya yang berkapastas sama, Bakti Kominfo juga meluncurkan satelit pendukung (HBS – hot back up satellite) pada triwulan ini. Kapasitasnya sama dengan Satria1, 150 GBPS, tetapi digunakan Bakti hanya 80 GBPS, sisanya untuk kepentingan pemerintah dan disewakan ke konsumen di negara tetangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com