DOXING, atau dalam literatur dikenal dengan istilah doxxing, adalah tindakan mengumpulkan informasi terkait data pribadi seseorang untuk kemudian diungkapkan atau diposting kepada publik secara ilegal. Doxing biasanya bertujuan untuk penghinaan, penguntitan, pencurian identitas, mempermalukan, atau tindakan pelecehan virtual, dengan target individu tertentu.
Dalam literatur cyberlaw, doxing adalah salah satu bentuk cybercrime. Praktik itu terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kejahatan itu perlu menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya pemerintah dan penegak hukum, tetapi setiap individu yang kesehariannya tidak lepas dari aktivitas daring.
Baca juga: Soal Doxxing dan Upaya Untuk Memperkuat Kerja Pemeriksa Fakta di Indonesia
Tulisan ini adalah materi ajar saya untuk mata kuliah cyberlaw di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Saya bagikan juga kepada pembaca Kompas.com untuk manfaat dan maslahat yang lebih luas.
Dilansir dari The Privacy Office US Department of Homeland Security Washington, DC, dalam rilisnya How To Prevent Online Harassment From Doxxing (2017), pelaku doxing yang disebut doxxers, bisa juga menjadikan pegawai pemerintah, penegak hukum, atau personel keamanan sebagai targetnya. Doxxers dapat melakukan peretasan, rekayasa sosial, atau aktivitas virtual berbahaya lainnya untuk mengakses data pribadi, tulis The Privacy Office AS.
Tindakan praktis yang dilakukan pelaku umumnya adalah untuk mendapatkan akses ke akun email korban. Dengan rekayasa sosial, seorang doxxer bisa mendapatkan kata sandi (password), caranya dengan berpura-pura sebagai petugas help desk atau institusi layanan internet.
The Privacy Office AS menginventarisasi, bahwa doxxer dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, setelah memiliki akses ke akun email seseorang, doxxer akan berusaha untuk mendapatkan data pribadi target, atau membobol akun berbasis web lainnya seperti media sosial, data online, dan bahkan catatan keuangan.
Kedua, untuk menjawab pertanyaan keamanan situs web, doxxer juga bisa menggunakan alamat email yang sama dan kombinasi kata sandi di situs lain, untuk mendapatkan akses ke akun tambahan. Doxxers dapat mengumpulkan informasi tentang individu target dari sumber internet, seperti catatan properti, postingan media sosial, obituari, pengumuman pernikahan, buletin, konferensi publik, dan forum web.
Ketiga, doxxer juga biasa mengompilasi informasi dari banyak sumber terbuka untuk mengungkapkan informasi sensitif tentang korban, seperti alamat rumah, anggota keluarga, foto, tempat kerja, informasi tentang kebiasaan, hobi, atau minat individu. Melalui cara ini dan dengan menfaatkan mosaic effect, maka informasi yang awalnya tampak biasa-biasa saja dan tidak berbahaya, dapat menjadi lain, setelah dikompilasi menjadi dokumen yang rinci.
Dalam rilis resminya University of Caifornia Berkeley AS, sebagai perguruan tinggi yang menaruh perhatian serius terkait doxing menulis, Protect yourself from Doxxing, Office of Ethics UC Berkeley (update 2023), menyatakan bahwa doxing merupakan pengumpulan informasi pribadi pengguna di berbagai platform, termasuk media sosial, yang dilakukan oleh individu secara tidak sah dan kemudian dipublikasikan.
Baca juga: SAFEnet: Doxing Delegitimasi Paling Banyak Menimpa Jurnalis
Doxing sering kali dilakukan untuk mempermalukan individu dengan mengumbar informasi rahasia, gambar, atau video yang diperoleh dari akun pribadi korban.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.