Namun, istilah itu diciptakan Dawkins untuk konteksyang lebih umum, tidak terbatas pada ilmu biologi saja. Dawkins kala itu sedang mencari kata baru untuk memperbarui istilah replikator.
Dia menginginkan sebuah kata benda yang bisa menyampaikan gagasan tentang transmisi budaya atau imitasi.
Mulanya, Dawkins memikirkan istilah "mimeme" yang dikatakannya berasal dari akar bahasa Yunani yang artinya adalah "imitasi". Namun dia kurang cocok dengan kata tersebut.
Dawkins lebih menginginkan sebuah kata yang bersuku kata tunggal, seperti "gen". Itu sebabnya, ia memilih menyingkat "mimeme" menjadi "meme". Dia pun ingin agar meme diucapkan seperti saat mengucapkan kata "krim", yakni dengan huru "i" bukan "e".
Bagi Dawkins, meme ibarat gen yang menyebarluaskan dirinya dari satu tubuh ke tubuh yang lain melalui sperma dan sel telur. Sementara meme, menyebarluas dari otak ke otak lainnya lewat sebuah proses berulang atau disebut sebagai proses imitasi.
Sama halnya seperti gen, meme juga berevolusi. Meme saat ini seperti "virus" yang menyebar, bereplikasi, dan masuk ke aspek budaya masyarakat lewat media sosial.
Untuk konsep meme di internet, mulanya muncul di awal era 1990-an. Kemudian, pada 1994, penulis Mike Goodwin menjelaskan konsep meme secara gamblang dalam sebuah artikel di Wired.
Baca juga: Desakan IMF soal Bitcoin Dibalas Presiden El Salvador dengan Meme
Di media sosial, meme bisa menjadi hiburan dengan foto atau video lucu dan menarik, serta caption yang atraktif. Meme sudah menjadi budaya populer di warganet dunia saat ini.
Akan tetapi, popularitas itu bisa dimanfaatkan menjadi "senjata". Bukan sekadar hiburan semata, meme juga bisa diolah menjadi sebuah alat propaganda. Hal ini pernah terjadi di Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Sebuah meme dengan gambar seekor gajah memiliki caption "kasus covid lebih tinggi sekarang dibanding sebelum ada vaksin". Gambar meme itu tidak memberikan konteks lebih lanjut, yang kemudian menimbulkan multitafsir.
Sebagian orang mungkin memahami informasi meme itu dengan anggapan bahwa memang kasus Covid 19 kala itu masih tinggi meskipun sudah ada vaksin. Namun, bukan tidak mungkin ada yang mengangap bahwa vaksin lah yang menyebabkan naiknya angka kasus Covid 19 di AS waktu itu.
Meme yang viral di AS ini pertama kali diunggah oleh akun bernama Free Though Project 4.0 di Facebook. Di halaman Facebooknya, ditemukan beberapa tautan ke situs mereka yang berisi artikel-artikel yang menentang vaksinasi.
Baca juga: Menkominfo: Meme Juga Bisa Jadi Fitnah
Menurut blog Poynter, lembaga non-profit jurnalisme global yang mengutip laporan The Washington Post, meme itu digunakan oleh para ekstrimis untuk merekrut dan meradikalisasi anak muda.
Sebab, seperti di Indonesia, banyak anak muda AS yang menggunakan media sosial. Meme dianggap cukup ampuh menyebarkan misinformasi seperti itu karena meme sangat menarik, mudah dibuat, dan cepat tersebar.
Untuk beberapa meme yang dianggap menarik dan disepakati oleh sekelompok orang, mereka tak tanggung-tanggung menyebarluaskan meme itu ke lebih banyak pengguna media sosial.
Walhasil, meme yang bisa jadi memuat misinformasi itu menjadi viral dan memengaruhi banyak orang.
Berkaca dari kejadian di AS itu, ada baiknya, saat menemukan meme yang memuat informasi tertentu yang minim konteks, Anda bisa mengkritisi isinya dengan mencari sumber informasi resmi atau dari media yang terpercaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.