Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Singapura Akan Ajarkan Siswa dan Guru Menggunakan ChatGPT

Kompas.com - 24/02/2023, 19:30 WIB
Mikhaangelo Fabialdi Nurhapy,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Popularitas ChatGPT turut menimbulkan kehawatiran bagi beberapa pihak, termasuk dunia pendidikan. Di Perancis dan Australia, mereka membatasi penggunaan ChatGPT untuk pendidikan.

Akan tetapi, pemerintah Singapura justru menggunakan pendekatan berbeda. Pemerintah Singapura telah merencanakan integrasi kecerdasan buatan (artificial intelligence) ChatGPT ke dalam sistem pendidikannya, baik sekolah maupun universitas.

Nantinya, pemerintahan akan mengajarkan guru dan siswa untuk memanfaatkan chatbot besutan OpenAI tersebut.

Menteri Pendidikan Singapura, Chan Chun Sing mengatakan akan ada diskusi kelompok profesional, termasuk para pendidik untuk mengulik manfaat penerapan teknologi AI untuk dunia pendidikan.

"Pada saat yang sama, pendidik kami akan tetap mengajarkan siswa konsep fundamental dan menuntun mereka agar tidak terlalu bergantung pada alat teknologi (seperti ChatGPT)," kata Sing di hadapan parlemen, sebagaiana dihimpun KompasTekno dari Straits Times, Jumat (24/2/2023).

Baca juga: Spotify Rilis DJ, Fitur Kecerdasan Buatan dari Pembuat ChatGPT

Menteri Pendidikan itu menyamakan ChatGPT dengan kalkulator. Menurutnya, kalkulator membantu siswa dalam belajar matematika, tetapi operasi matematika dasar itu harus dikuasai dulu oleh siswa lewat pembelajaran.

Sama halnya dengan ChatGPT yang hanya berguna apabila siswa memang sudah memahami konsep pembelajaran yang ada. Oleh karena itu, selain mengajarkan konsep pembelajaran yang ada, Kementerian Pendidikan Singapura memastikan akan membekali siswa dengan keterampilan untuk menggunakan alat AI dengan lebih bertanggung jawab.

Siswa tidak hanya diajarkan untuk memahami cara penggunaan alat AI, tetapi juga untuk menilai secara kritis informasi yang diperoleh dari chatbot tersebut. Sebab, informasi itu bisa saja tidak akurat atau bahkan bias.

Ketika ditanya apakah ada tindakan yang dilakukan untuk mencegah kecurangan dengan bantuan alat AI seperti ChatGPT, Sing menjelaskan bahwa perguruan tinggi di Singapura punya berbagai cara untuk menguji siswa, seperti ujian, presentasi, dan proyek.

Proyek ini, kata Sing, membutuhkan analisis, catatan lapangan, dan detail dari observasi yang tidak dapat dihasilkan dengan mudah oleh AI.

Tidak hanya itu, Sing menambahkan terdapat berbagai keterampilan yang tidak mudah digantikan oleh alat kecerdasan buatan. Contohnya adalah keterampilan pembelajaran mandiri dan kolaboratif, serta pemikiran inventif yang diperoleh dari peran kepemimpinan, kerja proyek, dan pembelajaran berdasarkan pengalaman.

Plagiarisme menggunakan alat AI pun dapat dideteksi dengan menilai kemahiran mahasiswa itu secara keseluruhan dan mengidentifikasi jawaban mahasiswa tersebut, apakah terlihat mencurigakan atau tidak.

Lembaga pendidikan di Singapura tidak memiliki toleransi terhadap kecurangan, sehingga siswa selalu didorong untuk jujur dalam mengutip sumber.

Baca juga: Ketika ChatGPT Salah Jawab dan Marah-marah Dikoreksi Pengguna

Banyak negara tolak penggunaan ChatGPT di institusi pendidikan

Ilustrasi ChatGPT Plus di Indonesia.Kompas.com/Wahyunanda Kusuma Ilustrasi ChatGPT Plus di Indonesia.

Seperti dijelaskan di awal, integrasi kecerdasan AI dalam sistem pendidikan Singapura merupakan fenomena yang unik karena berbeda dengan keputusan sejumlah institusi di negara lainnya yang justru menolak implementasi tersebut.

Contohnya adalah universitas unggulan Sciences Po di Prancis. Melalui e-mail yang dikirimkan ke semua siswa, kampus ini mengumumkan pelarangan penggunaan ChatGPT dan alat kecerdasan buatan lainnya.

"Tanpa referensi yang transparan, siswa dilarang menggunakan software (ChatGPT dan alat AI lainnya) untuk produksi karya tulis atau presentasi apa pun, kecuali untuk tujuan mata kuliah tertentu dengan pengawasan pemimpin mata kuliah," tulis Sciences Po.

Apabila dilanggar, hukuman terberat yang akan dijatuhkan pada mahasiswa berupa drop-out (DO) dari kampus atau bahkan pelarangan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Prancis.

Baca juga: Pencetus ChatGPT Khawatir soal Masa Depan Kecerdasan Buatan

Selain Sciences Po di Prancis, sejumlah sekolah negeri di New York City dan Seattle melarang penggunaan ChatGPT.

Tidak hanya itu, beberapa kampus di Amerika Serikat mengumumkan rencana untuk mengimplementasi lebih banyak penugasan berbasis tulisan tangan dan lisan ketimbang penugasan yang dapat dibawa pulang (take-home).

Masih banyak institusi pendidikan lainnya yang melarang penggunaan program ChatGPT, seperti sekolah di New South Wales, Queensland, Tasmania, dan Universitas Baptist di Hong Kong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com