Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Silicon Valley Bank, Banknya Para Startup yang Baru Saja Kolaps

Kompas.com - Diperbarui 15/03/2023, 08:53 WIB
Zulfikar Hardiansyah

Penulis

KOMPAS.com - Silicon Valley Bank (SVB) kini jadi ramai diperbincangkan usai mengalami kolaps atau bangkrut dalam rentang waktu 48 jam dan ditutup operasinya oleh otoritas berwenang Amerika Serikat pada Jumat minggu lalu (10/3/2023).

Kebangkrutan Silicon Valley Bank disebut berpotensi besar bakal berdampak pada ekosistem perusahan-perusahaan rintisan (startup) teknologi global. Berdasarkan peristiwa ini, lantas siapa sebenarnya Silicon Valley Bank? Begini profilnya.

Baca juga: Bank Para Startup Silicon Valley Bank Kolaps dalam 48 Jam

Profil Silicon Valley Bank

Silicon Valley Bank merupakan lembaga keuangan bank yang bermarkas di Santa Clara, California, Amerika Serikat. SVB bukanlah bank “kemarin sore”. SVB telah beroperasi sejak 40 yang lalu.

Silicon Valley Bank didirikan pada 1983 oleh Bill Biggerstaff dan Robert Medearis, dengan CEO pertama bernama Roger Smith. Sejak awal berdiri, SVB berfokus menyediakan layanan deposito dan pembiayaan untuk para startup teknologi.

Dikutip dari laman resmi Silicon Valley Bank, lantaran punya spesialisasi layanan keuangan, tersebut bank ini menjuluki dirinya sebagai “The financial partner of the innovation economy”. SVB membantu keuangan startup untuk bisa bertumbuh.

SVB mengeklaim telah menjadi bank yang menyediakan pembiayaan untuk hampir setengah dari perusahaan teknologi dan perawatan kesehatan berbasis modal ventura di Amerika Serikat.

Selain untuk perusahaan rintisan, SVB juga menyediakan layanan keuangan dengan wilayah operasi secara global untuk para investor dan perusahaan sektor privat maupun publik. Dengan layanan ini, SVB bisa dibilang merupakan bank untuk segmen komersial.

Sebelum ditutup oleh otoritas berwenang Amerika Serikat, SVB pernah berhasil masuk dalam 20 bank komersial terbesar di Amerika serikat pada pada tahun lalu, berdasar data dari FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation).

Kategori itu tak lepas dari total aset yang dimiliki SVB. Menurut FDIC, per akhir Desember 2022, Silicon Valley Bank memiliki total aset sekitar 209 miliar dollar AS (sekitar Rp 3.210,4 triliun) dan total simpanan 175 miliar dollar AS (setara Rp 2.688,1 triliun).

Kini, Silicon Valley Bank kolaps dan harus mengembalikan dana para perusahaan yang disimpannya. Lantas, apa yang menyebabkan Silicon Valley Bank harus mengalami nasib yang tragis seperti ini?

Baca juga: Silicon Valley Bank Kolaps, Bos-bos Startup Teknologi Ketar-ketir

Penyebab Silicon Valley Bank kolaps

Silicon Valley Bank bankrut menjadi peristiwa kebangkrutan bank terbesar kedua di Amerika Serikat sejak runtuhnya bank Washington Mutual saat krisis keuangan 2008. Secara umum, penyebab Silicon Valley Bank bankrut berkaitan dengan tiga peristiwa.

Adapun tiga peristiwa tersebut adalah kebijakan The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) dalam menaikkan suku bunga secara agresif, krisis modal yang dialami Silicon Valley Bank, dan aksi bank run dari para nasabah.

Penyebab Silicon Valley Bank kolaps bermula saat The Fed menaikkan suku bunga secara agresif untuk menanggulangi laju inflasi. Perlu diketahui, selama masa pandemi kemarin, The Fed sempat memberlakukan kebijakan suku bunga nol persen.

Kebijakan tersebut dapat membuat aktivitas belanja masyarakat meningkat yang menguntungkan para perusahaan, termasuk perusahaan teknologi. Banyak perusahaan teknologi yang akhirnya menyimapn uang di SVB.

Aksi tersebut membuat nilai deposito atau simpanan di SVB ikut meningkat. Lantaran punya simpanan yang melimpah, seperti bank-bank lain, SVB akhirnya melakukan investasi besar-besaran, terutama dalam obligasi jangka panjang.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com