Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

IOH Jadi Contoh Merger Operator Seluler

Kompas.com - 17/04/2023, 07:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGALAMAN operator seluler dunia, yang juga pernah terjadi di Indonesia, merger atau penggabungan dua operator seluler umumnya tidak berhasil. Beberapa upaya merger mengalami kegagalan.

Karena pengalaman itulah, analis banyak yang pesimis pada rencana Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (Tri) menjadi Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), sebelum merger itu terwujud. Proses merger IOH akhrinya selesai di awal tahun 2022.

Dari beberapa catatan yang pernah terjadi di Indonesia, ketika XL Axiata mengakuisisi Axis, ada hal-hal yang memang sudah diprediksi para petinggi XL Axiata saat itu. Terjadi masalah keuangan yang serius hingga beberapa tahun berikutnya, pengurangan jumlah pelanggan yang signifikan, dan keluarnya banyak karyawan eks-Axis yang ikut “bedol desa” ke XL Axiata.

Baca juga: Ramai soal Warganet Keluhkan Kuota Indosat Makin Mahal, Ini Tanggapan IOH

Konon, saat ini tidak banyak lagi, kalau tidak bisa dikatakan tak ada lagi, karyawan eks-Axis di XL Axiata.

Jumlah pelanggan juga berkurang karena banyak yang mempunyai kartu SIM kedua operator, mematikan salah satunya. Di samping itu, XL Axiata juga melakukan pembersihan terhadap nomor pelanggan yang tidak aktif lagi.

Kasus keberhasilan merger dua operator menjadi IOH jadi satu topik dalam Konferensi GSMA di Barcelona pada Februari lalu dan IOH diminta membagikan pengalamannya. Kuncinya, IOH memanfaatkan teknologi MOCN (multi operator core network) untuk mengintegrasikan jaringan BTS (base transceiver station)-nya.

MOCN memungkinkan beberapa operator berbagi spektrum frekuensi mereka di level RAN (radio access network) sehingga mereka dapat menggunakan sumber daya dalam jaringan BTS yang sama. Ini yang dilakukan ketika IOH mengintegrasikan BTS yang semula milik Indosat Ooredoo dan milik Tri.

MOCN menjadi model kerja sama antar-operator telekomunikasi, sudah menjadi tren pada kondisi saat ini dan menjadi bagian strategi mengembangkan bisnis mereka, juga solusi efisiensi pengeluaran operator. Skema MOCN memiliki kemampuan berbagi spektrum dalam kerja samanya.

GDP Tumbuh

Di beberapa negara MOCN banyak diterapkan, misalnya di Malaysia dan Hongkong sejak tahun 2012 dan 2013 yang menggunakan jenis network sharing. Namun di Indonesia, belum ada regulasi yang sesuai serta memiliki dampak bagi kesiapan operator berbagi pendapatan jika MOCN diterapkan.

Indonesia perlu memiliki regulasi mengenai MOCN karena potensi merger masih ada, misalnya antara XL Axiata dan Smartfren, atau malah merger antara XL Axiata, Smartfren, dan IOH. Hanya saja ancaman tetap menjadi bayangan suram, karena pemerintah selama ini mengambil sebagian spektrum frekuensi milik operator yang merger.

Sejatinya dalam pelaksanaan sistem MOCN, terjadi pertumbuhan jaringan ke daerah yang jarang penduduk yang dampaknya mendukung pertumbuhan GDP (gross domestic product) serta pendapatan fiskal bagi negara.

Integrasi BTS membuka kesempatan untuk meluaskan jaringannya dengan biaya yang lebih efisien.

Baca juga: Kominfo Akan Lelang Frekuensi ex-IOH

Untuk mengimplementasikan MOCN, ungkap Presdir dan CEO Vikram Sinha, IOH bekerja sama dengan mitra teknologi Nokia, Huawei dan Ericsson, dan mitra-mitra transmisi, core, prasarana menara, dan serat optik.

Dalam integrasi itu, jumlah BTS 4G IOH naik dari 120.000 pada akhir 2021 menjadi 180.000 buah pada akhir 2022. Sebagiannya yang berteknologi lawas dimodernisasikan dengan BTS berteknologi baru.

Mereka juga mengatur kembali posisi sites BTS yang berdekatan antara kedua entitas merger, yang membuat pengalaman baru bagi pelanggan atau memikat calon pelanggan, apalagi karena ada beda tarif layanan operator itu dibanding operator lain.

Dampaknya, pelanggan IOH naik 62,5 persen dari 65 jutaan menjadi 102,2 juta pada akhir tahun 2022, setahun setelah IOH resmi beroperasi. Hal yang belum pernah terjadi, operator gabungan itu meraup kenaikan pendapatan sebanyak 48,9 persen, dari Rp 31,4 triliun menjadi Rp 46,8 triliun. Pendapatan itu lebih tinggi dari perkiraan yang sebesar sekitar Rp 41 triliun.

Laba IOH melampaui angka yang pernah terjadi selama dua tahun pada dekade lalu saat masih menjadi Indosat Ooredoo yang sekitar Rp 1,04 triliun tiap tahun, menjadi Rp 4,7 triliun pada akhir 2022. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com