Neural Networks beroperasi seperti jaringan neuron di otak manusia, yang memungkinkan sistem AI mengambil informasi big data, mengungkap pola di antara data, dan menjawab pertanyaan terkait.
Keempat, Cognitive Computing, adalah bidang ilmu penting lainnya dari sistem AI yang dirancang untuk meniru interaksi antara manusia dan mesin.
Bidang ilmu ini memungkinkan model komputer meniru cara kerja otak manusia saat melakukan tugas kompleks, seperti menganalisis teks, ucapan, atau gambar.
Kelima, Natural Language Processing (NLP) adalah sub disiplin ilmu pendukung untuk pemrosesan bahasa alami yang memungkinkan komputer mengenali, menganalisis, menafsirkan, dan benar-benar memahami bahasa manusia, baik tertulis maupun lisan.
NLP sangat penting untuk sistem apa pun yang digerakkan oleh AI yang berinteraksi dengan manusia dalam beberapa cara, baik melalui input teks atau lisan.
Keenam, Computer Vision, yang bisa kita artikan sebagai sub disiplin penting lainnya. Bidang ini berbicara tentang kemampuan platform AI untuk meninjau dan menginterpretasikan konten gambar.
Hal itu dilakukan melalui pengenalan pola dan pembelajaran mendalam. Computer Vision memungkinkan sistem AI mengidentifikasi komponen data visual, seperti captcha yang bisa ditemukan di seluruh web yang dipelajari dengan meminta manusia untuk membantu mereka mengidentifikasi mobil, penyeberangan, sepeda, gunung, dll.
Artikel yang ditulis Zuzanna Sieja berjudul Does Artificial Intelligence Have Feelings? (15/2/2023), menarik untuk disimak.
Sieja antara lain menulis, bahwa dunia AI baru-baru ini dikejutkan oleh kicauan Blake Lemoine, seorang insinyur pada divisi AI Google yang mengunggah wawancara dengan Model Bahasa untuk Aplikasi Dialog (LaMDA).
Percakapan tersebut menunjukan seolah AI memiliki perasaan, melalui ungkapan Chat : “… saya menyadari keberadaan saya, saya ingin belajar lebih banyak tentang dunia, dan terkadang saya merasa bahagia atau sedih.”
Terkait karakter emosi AI memang selalu menjadi perdebatan, mengingat AI hanyalah sebuah instrumen platform digital yang sesungguhnya tidak memiliki perasaan layaknya manusia.
Namun demikian hal lain yang agak berbeda adalah terkait apakah AI bisa mengenali emosi penggunanya atau siapapun yang ada dalam bidik sistemnya. Hal terakhir ini pun perlu hati-hati karena pengalaman menunjukan hasil yang bias.
Terkait hal ini, Sieja lebih lanjut menulis, bahwa Microsoft menyatakan berhenti mengenali emosi, karena emosi tidak selalu jelas, dan seringkali sulit untuk ditunjukkan.
Salah satunya terkadang, orang memasang wajah berani, sementara perasaannya bisa sangat berbeda. Di lain waktu, budaya yang berbeda mengekspresikan emosi dengan cara berbeda.
Terkait AI dan Emosi ini, ada artikel berjudul “AI Emotion and Sentiment Analysis with ComputerVision in 2023” yang ditulis oleh Gaudenz Boesch, viso.ai (2023).