"Kami berharap pemerintah, baik Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Walikota Bandung Ridwan Kamil atau Kementerian Perhubungan mau melihat apa yang sudah dicapai pemerintah Filipina soal ini," terang Karun saat ditemui KompasTekno di Ritz Carlton, Jakarta, Jumat (11/9/2015).
"Mesti ada dialog untuk menemukan apa yang masuk akal untuk Uber, apa yang masuk akal untuk pemerintah, apa yang masuk akal untuk driver, sampai persoalan tingkat keamanannya," imbuhnya.
Pria asal India ini menceritakan, di sana mereka menerapkan aturan Transportation Network Company (TNC) khusus untuk mengatur layanan ride sharing.
Ride sharing sendiri mengacu pada layanan penyewaan jasa transportasi berbasis aplikasi, seperti Uber, GrabTaxi, Go-Jek dan sejenisnya.
Lebih lanjut lagi, di bawah aturan TNC yang dia maksud, para pengendara layanan ride sharing disebut sebagai Transportation Network Vehicle Service (TNVS). Mereka diwajibkan memiliki sertifikat dan terdaftar di Transportation Franchising and Regulatory Board (LTFRB) Filipina.
"Anda tidak bisa menerapkan aturan transportasi pada Uber. Karena kami adalah perusahaan teknologi, jadi lihat kami sebagaimana mestinya," tegas Karun.
"Tentu saja ada aturan transportasi yang berperan, tapi terapkan aturan pada perusahaan yang menyediakan layanan transportasinya, yaitu perusahaan rental mobil atau koperasi," imbuhnya.
Dilarang di Bandung
Baru-baru ini Uber dilarang beroperasi di wilayah Bandung oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil. Alasannya, layanan ride sharing tersebut bermasalah dari sudut pandang legalitas.
Uber kecewa dengan pelarangan tersebut. Mereka pun menanggapinya dengan keterangan tertulis yang antara lain menuding ada tujuan tertentu di balik pelarangan tersebut.
"Kami ingin menyampaikan kekecewaan kami kepada beberapa pihak, yang sepertinya lebih mengutamakan untuk menjaga 'zona nyaman' kepentingan pihak-pihak tertentu," bunyi surat yang dikirim Team Uber Bandung via e-mail ke redaksi Kompas Tekno, Kamis lalu.
Mereka mengatakan bahwa ada "pihak-pihak tertentu" telah melakukan pembelokkan fakta mengenai layanan Uber yang sesungguhnya, tanpa menyebut siapa "pihak tertentu" yang dimaksud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.