Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengikat Nusantara dari Laut dan Antariksa

Kompas.com - 11/12/2009, 21:48 WIB

KOMPAS.com - Tidak mudah menyatukan kawasan negara dengan ribuan pulau di Nusantara. Saat ini memang kabel serat optik yang diyakini efisien dan berkapasitas besar, tetapi teknologi ini tidak murah dan tidak semua pulau bisa disinggahi. Kombinasi antara serat optik dan satelit tampaknya memang tetap menjadi solusi bagi kawasan seperti Nusantara ini.

Rencana membangun jaringan Palapa Ring Timur sampai saat ini tidak kunjung terealisasi, apalagi menyusul gelombang krisis ekonomi global. Palapa Ring Timur pada intinya adalah jaringan serat optik bawah laut di kawasan timur, sebelah timur Pulau Jawa dan Sulawesi.

Dengan kondisi ini, jaringan backbone di kawasan timur itu masih mengandalkan satelit sekalipun dengan bandwidth yang jauh lebih kecil dari serat optik (fiber optic/FO). Peluncuran satelit Palapa D milik Indosat yang sukses merupakan salah satu satelit yang sekarang menjadi jembatan timur dan barat Indonesia, di samping beberapa satelit, seperti milik Telkom dan satelit milik asing.

Selain menjadi backbone telekomunikasi timur-barat, satelit memiliki fungsi yang tidak tergantikan. Boleh dibilang dengan Palapa D yang lebih bertenaga dibandingkan dengan Palapa C2 yang digantikan masih sangat bermanfaat bagi para broadcaster, selain merupakan upaya membuat tidak lagi ada blank spot di Tanah Air.

"Palapa D sekarang sudah beroperasi menggantikan C2 dan semua pengguna di C2 sudah dipindahkan ke Palapa D. Satelit C2 sebenarnya masih bisa berfungsi sampai tahun depan. Namun, secara bertahap kami geser ke posisi lain sebelum nanti akhirnya roket pendorong terakhir melepaskan ke posisi yang jauh," kata Prastowo M Wibowo, Group Head Satellite and Submarine Cable Indosat, dalam pertemuan dengan Kompas.

Palapa D saat ini sudah digunakan 10 dari 12 broadcaster Indonesia, termasuk beberapa broadcaster asing. Dikatakan sangat bertenaga karena sekarang dengan daya 70 watt sudah bisa uplink ke satelit, padahal dengan C2 seperti stasiun RCTI dibutuhkan setidaknya 180 watt.

Satelit yang ditempatkan di 113 derajat BT ini memiliki kapasitas lebih besar, dibuat Thales Alenia Space, Perancis. Dengan 40 transponder, terdiri dari 24 standard C-band, 11 extended C-band, dan 5 Ku-band. Wilayah yang dijangkau mulai dari Indonesia, negara-negara anggota ASEAN, Asia Pasifik, Timur Tengah, sampai Australia.

Jakabare

Jika di kawasan timur Indonesia Indosat lebih mengandalkan satelit, berbeda untuk kawasan barat. Di kawasan barat lebih diandalkan FO bawah laut sebagai backbone komunikasi.

Pembangunan jaringan FO yang mereka beri nama Jakabare, yang merupakan singkatan dari Jakarta, Kalimantan, Batam, dan Singapura), sempat terlambat karena adanya perubahan manajemen di perusahaan itu. Namun, akhirnya berhasil diselesaikan berbarengan dengan mulai beroperasinya Palapa D pada 28 Oktober lalu bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.

Sistem Komunikasi Kabel Laut Jakabare sepanjang 1.300 kilometer memiliki kapasitas terpasang 160 Gbps dan kapasitas bisa diperbesar sampai 1,2 Terabps. Jaringan ini memiliki titik pendaratan di Tanjung Pakis (Karawang, Jawa Barat), Sungai Kakap (Pontianak, Kalimantan Barat), Tanjung Bemban (Batam), dan untuk Singapura pendaratannya di Changi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com