Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Umi Sumiati Membangkitkan Batik Semarang

Kompas.com - 20/07/2008, 01:18 WIB

 

 

 

yovita arika

Sudah sekitar tiga tahun ini Umi Sumiati (38) mengembangkan batik semarang di bawah bendera usaha Batik Semarang 16. Pertanyaan siswa membatiknya yang memperkenalkannya dengan batik yang kini disebut ”batik semarang”.

”“Waktu itu anak-anak bertanya, ’Bu, di Pekalongan ada batik pekalongan, di Solo ada batik solo, di Lasem ada batik lasem, dan di Yogyakarta ada batik jogja, di Semarang apakah ada batik semarangan?’” kata Umi, yang mengajar membatik di sejumlah sekolah di Kota Semarang sejak tahun 2005, menirukan pertanyaan muridnya.

Demi menjawab pertanyaan tersebut, Umi pun mencari sejumlah literatur. Dari sejumlah buku tentang batik, Umi menemukan 26 motif batik sarung semarang, beberapa di antaranya dikoleksi di museum seni di Los Angeles.

Ia kemudian mereproduksi motif-motif tersebut dan membuat batik dengan motif-motif itu. Tahun 2006, dalam acara Ulang Tahun Ke-459 Kota Semarang, Umi memamerkan batik-batik karyanya di sebuah hotel di Semarang.

”Pameran itu saya beri judul ’Batik Semarang Tempo Dulu’. Saya sertakan juga repro foto batik itu dan sumbernya dari buku apa, plus koleksi siapa di masing-masing kain batik yang saya pamerkan. Saya jelaskan semua berdasarkan literatur yang saya baca,” katanya. Dengan pameran itu, Umi ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa di Semarang dahulu juga ada batik, yang kini dikoleksi di mancanegara. Bukannya mendapat sambutan positif, Umi justru ”dikecam” sejumlah kalangan karena membawa nama Semarang. Bahkan, ada yang mau menuntutnya.

Namun, hal itu tidak menyurutkan ibu tiga anak ini untuk terus memproduksi batik, usaha yang digelutinya sejak tahun 2005. ”Sejak pameran itu banyak pesanan batik. Mereka minta batik yang bercorak Semarang. Karena membuat repro dipermasalahkan, saya membuat motif sendiri,” kata Umi yang awalnya membuat batik dengan segala macam motif batik, seperti batik lasem, solo, pekalongan, dan madura.

Agar batiknya bercorak Semarang, ia pun membuat motif batik berdasarkan ciri-ciri, termasuk ikon Kota Semarang, seperti motif tugu muda (tugu peringatan pertempuran lima hari di Kota Semarang), lawang sewu (gedung eks Nederlandsch Indische Spoorweg Matschapij), asem arang (asal-muasal nama Kota Semarang), serta gambang semarang (kesenian khas Kota Semarang).

Ada lagi motif blekok srondol (kawanan blekok atau sejenis burung bangau yang hidup di pepohonan asam di Srondol), cheng ho (tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal masuknya etnis Tionghoa di Semarang), dan sekat masjid melayur (motif sekat masjid kampung melayur diambil dari motif sekat masjid di Kampung Melayu, Kota Semarang).

Ada pula motif-motif khas daerah pesisiran yang bertema flora fauna, seperti motif kembang sepatu dan burung merak. Total, ada sekitar 200 motif batik semarang yang telah ia buat, 13 di antaranya sudah dipatenkan.

Beberapa motif yang sudah dipatenkan tersebut adalah motif lawang sewu, lawang sewu ngawang, blekok srondol, asem arang (tiga motif), dan cheng ho di klenteng. Motif sekat masjid kampung melayur yang juga merupakan karya aslinya belum dipatenkan.

”Saya bukan yang pertama (mengembangkan batik semarang). Sebelum saya ada batik Sri Retno (1970-1980-an). Setelah itu memang vakum. Sekarang pun saya bukan satu-satunya yang membuat batik semarang,” kata perempuan asli Betawi yang bersuamikan laki-laki asli Kota Semarang, Slamet Adi Susilo (47), ini.

Pascapergelaran busana ”Samaradhana Batik Semarang ing Lawang Sewu” pada HUT Ke-461 Kota Semarang, 2 Mei 2008, permintaan batik semarang semakin banyak dan itu membuatnya kewalahan.

Untuk memenuhi pesanan, ia dibantu oleh 30 karyawan, 15 di antaranya khusus mencanting. Semua karyawannya adalah warga di sekitar tempat usahanya di Perumahan Bukit Kencana Jaya di Tembalang, Kota Semarang. ”Saya juga mempunyai pecanting di Sukoharjo sebanyak 40 orang sejak tahun 2006. Kalau pesanan banyak, sebagian saya lempar ke sana,” kata Umi yang mendapat penghargaan lomba UKM Femina 2008.

Umi mengatakan, sebesar 90 persen produksi batiknya adalah pesanan, dengan total omzet sekitar Rp 50 juta per bulan. Batiknya dipasarkan hingga ke Amerika Serikat dan Australia. ”Ada orang Indonesia yang rutin membawa ke sana, ke Australia, sejak 2007,” kata Umi.

Di luar pesanan, Umi memasarkan batiknya di rumahnya di Perumahan Bukit Kencana Jaya, Semarang, yang juga menjadi tempat produksi batiknya. Ia juga menjual batiknya di Klub Merby, Jalan Mataram, dan di Carrefour DP Mall Kota Semarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com