Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Facebook dan Google Bisa-bisa Caplok Operator Seluler Indonesia

Kompas.com - 01/12/2016, 16:22 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

"OTT belum maksimal mengeruk pasar sehingga pertumbuhannya dari tahun ke tahun bisa melejit. Apalagi seperti Google yang layanannya banyak dan dipakai orang. Seperti Maps, itu lama-lama bisa dipakai perusahaan untuk sistem monitoring. YouTube juga digunakan perusahaan untuk beriklan," Dimitri menjelaskan.

Menurut Dimitri, kenaikan pendapatan operator dari pendapatan data hanya bernilai semu. Sebab, kenaikan itu tak mampu menanggulangi kenaikan capex yang lebih besar.

OTT yang tampaknya menyumbang pendapatan untuk operator sebenarnya hanya menggunakan operator sebagai "pipa saluran". Operator tak mampu bergerak ke mana-mana untuk mengembangkan bisnis, kecuali ikut aturan main OTT.

Dalam artian, ketika kebutuhan data melonjak, operator meraup pendapatan tak seberapa dan harus mengeluarkan duit lebih banyak untuk memperluas kapasitas "pipa saluran"-nya.

Baca: Di Indonesia, OTT Asing Harus Siap Disadap dan Disensor

Perlu ada sinergi dan keadilan regulasi

Satu-satunya cara yang bisa dilakukan operator adalah bersinergi dengan para OTT. Tentu saja hal ini harus dimediasi pemerintah lewat regulasi.

"Kalau lawan terlalu kuat, enggak bisa lagi dimusuhi, tetapi harus dirangkul dengan strategi sinergi," Dimitri menuturkan.

Sinergi itu bisa dilakukan melalui beberapa cara. Salah satunya dengan membuat paket bundle data dengan harga tetap untuk akses OTT. Mekanisme ini sudah dilakukan beberapa operator, misalnya Indosat dengan Spotify dan XL dengan Yonder.

Ada juga cara lain, misalnya, operator menjual data ke pengiklan melalui OTT, atau OTT diwajibkan menumpang infrastruktur operator. Tentu saja bentuk-bentuk sinergi itu bisa didiskusikan antara OTT, operator, dan pemerintah.

Sejauh ini, regulasi pemerintah bisa dibilang sangat banyak mengikat operator telekomunikasi. Misalnya saja terkait biaya lisensi, BHP telekomunikasi, BHP pita spektrum, PPN, PPh, USO, tarif interkoneksi, layanan pelanggan, perizinan, dan birokrasi lainnya yang musti memenuhi syarat.

Sementara itu, pemain OTT tak mempunyai aturan yang mengikat seperti itu. Mereka tak membayar biaya lisensi, tak ada penarikan dana USO, dan tak ada ketentuan layanan pelanggan sehingga bebas mengembangkan bisnisnya.

"Kalau suatu saat OTT sampai benar-benar mengakuisisi operator, akan sangat bahaya karena komunikasi dipegang satu sektor," kata Dimitri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com