KOMPAS.com - Perkembangan teknologi hari ini tak mengenal jeda. Para “raksasa” semacam Google, Amazon, dan Facebook, terus-menerus menjejali masyarakat modern dengan inovasi teranyar yang memudahkan kehidupan di era serba canggih.
Di balik setiap inovasi teknologi, ada “otak” brilian yang menciptakannya. Mereka adalah jejeran eksekutif perusahaan, periset, programmer, regulator, dan pihak-pihak lainnya yang berkolaborasi untuk mengubah dunia.
Di antara sekian banyak “otak” brilian, ada 20 nama yang dianggap paling berpengaruh untuk perkembangan teknologi saat ini. Berikut profil singkat mereka secara berurutan, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Rabu (10/5/2017), dari Time.
1. Elon Musk
Kerap dijuluki sebagai Iron Man di kehidupan nyata, Elon Musk punya obsesi besar di sektor transportasi berbasis teknologi. Pada 2002, Musk menghabiskan sebagian kekayaannya untuk mendirikan Space Exploration Technologies yang belakangan kerap disebut “Space X”.
Salah satunya adalah Falcon 1, yakni teknologi roket berbahan cair pertama yang diluncurkan ke orbit Bumi pada 2009. Tiga tahun setelahnya, pada 2012, SpaceX meluncurkan Falcon 9 dan SpaceX Dragon ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) di orbit Bumi.
Tak cukup sampai di situ, Elon Musk juga mendirikan perusahaan mobil listrik bernama “Tesla” pada 2003. Visinya untuk menghadirkan moda transportasi alternatif yang ramah lingkungan.
Selain membuat mobil listrik, Tesla juga menjual sistem electric powertrain kepada produsen-produsen mobil semacam Daimler AG dan Toyota Motor. Kecintaan Musk pada lingkungan ditunjukan pula dengan menjadi investor utama di SolarCity, yakni penyedia energi bersih untuk memerangi pemanasan global.
2. Jeff Bezos
Amazon bisa dibilang sebagai cikal bakal perdagangan elektronik atau lebih sering disebut “e-commerce”. Jika hari ini kita mengenal Alibaba, Lazada, Tokopedia, Bukalapak, OLX, dkk, bisa dibilang Amazon adalah nenek buyut mereka.
Mulanya Amazon cuma menjual buku secara online. Lama-kelamaan, Bezos mengekspansi bisnisnya ke ranah perdagangan yang lebih luas.
Amazon juga memimpin tren Artificial Intelligence (AI) melalui software yang dinamai Alexa. Di bidang enterprise, Amazon menyediakan layanan penyimpanan berbasis cloud yang dinamai AWS.
Layanan tersebut digunakan perusahaan teknologi kondang semacam Netflix dan Spotify. Kompas.com pun merupakan salah satu klien AWS untuk menunjang performa sebagai media online.
3. Mark Zuckerberg
Tak lulus kuliah di Harvard University, Mark Zuckerberg memilih fokus mengembangkan jejaring sosial Facebook. Tujuan utama Facebook sederhana, yakni menghubungkan semua manusia di dunia yang terpaut jarak dan waktu.
Belakangan Facebook juga mencaplok Instagram dan WhatsApp yang juga merupakan layanan populer di era ini. Ketiganya bisa dibilang “layanan wajib” yang tersemat di tiap smartphone.
Baca: Mengapa Ketik @[4:0] di Facebook Memunculkan Nama Mark Zuckerberg?
Saat ini Mark Zuckerberg berumur 32 tahun dan sudah menjadi legenda di sektor teknologi. Ia pun mengepakkan sayap lebih lebar, tak melulu berbisnis di jejaring sosial namun juga layanan Virtual Reality dan Artificial Intelligence.
4. Tim Cook
Sebagai CEO Apple yang notabene adalah perusahaan paling bernilai saat ini, rasanya kurang jika tak memasukkan Tim Cook sebagai “20 tokoh teknologi paling berpengaruh”.
Meski demikian, Tim Cook nyatanya mampu unjuk gigi. Dari masa ke masa, Tim Cook berhasil mempertahankan kesan premium dari produk Apple tanpa takut berinovasi dan bahkan “melanggar” titah Steve Jobs.
Apple saat ini pun bukan lagi cuma perusahaan perangkat teknologi dan sistem operasi. Apple mulai merambah sektor AI, Augmenter Reality (AR), sampai mobil tanpa awak.
5. Sundar Pichai
Pendiri Google, Sergey Brin dan Larry Page, tentu tak sembarang memilih pemimpin untuk layanan inti mereka. Dua punggawa itu kini lebih fokus menggarap perusahaan induk Google yang dinamai “Alphabet”.
Google di bawah kepemimpinan Sundar Pichai pun semakin fokus meruncingkan prinsipnya, yakni sebagai penyedia informasi untuk semua orang. Produk-produk Google, mulai dari Search, Translate, Maps, Photos, dan lainnya, terus berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat.
Terakhir, Google mulai mengimplementasikan machine learning pada produk-produknya. Pada ajang Google I/O 2017 di Mountain View pekan depan, Sundar Pichai dijadwalkan akan sesumbar tentang inovasi baru Google yang lebih berorientasi pada pemanfaatan machine learning di segala aspek kehidupan.
6. Evan Spiegel
Di usia yang baru 26 tahun, Evan Spiegel mampu memimpin perusahaan teknologi sekaliber Snap Inc. Perusahaan itu mewadahi media sosial berbasis video yang disebut “Snapchat”.
Belakangan kemampuan Snapchat dicontek Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Meski ini tak baik bagi perkembangan bisnis Snapchat, setidaknya ada satu hal yang patut dibanggakan: orang sekelas Mark Zuckerberg pun jatuh cinta pada “otak” Evan Spiegel yang enam tahun lebih muda.
7. Mary Barra
Revolusi transportasi sedang marak, mulai dari kemunculan mobil elektrik hingga mobil tanpa awak. Ini tentu saja berdampak negatif bagi produsen mobil tradisional, salah satunya General Motors.
Perusahaan itu memproduksi kendaraan di 37 negara dalam 12 merek, yakni Chevrolet, Buick, GMC, Cadillac, Holden, Opel, Vauxhall, Wuling, Baojun, Jie Fang, dan Ravon.
Di masa-masa terpuruk, keterampilan memimpin akan sangat teruji. Mary Barra sebagai CEO General Motors mampu melewati ujian berat itu. Ia sempat menarik 30 juta kendaraan dari pasaran untuk menyelidiki ulang minat pasar di era modern.
Ia pun cepat berinovasi dengan membeli perusahaan penyedia teknologi mobil tanpa awak bernama Cruise Automation. Ia juga berinvestasi pada layanan transportasi online Lyft. Terakhir, General Motors juga merilis layanan ride-sharing bertajuk “Maven”.
8. Satya Nadella
Microsoft sempat berjaya sebagai satu-satunya perusahaan software komputer paling dominan, seperti Google melalui Android saat ini. Namun, Microsoft sempat ciut diterpa persaingan yang kejam.
Tak cuma itu, Microsoft kemudian bermain di perangkat teknologi dan merilis Surface. Perangkat itu bahkan menjadi saingan kuat lini Apple. “Microsoft sudah bukan cuma sistem operasi perangkat belaka,” Satya Nadella menegaskan.
9. Susan Wojcicki
Saat pertama kali didaulat memimpin YouTube pada 2014, cuma ada 24 persen perempuan yang bekerja di sana. Per 2017 ini, persentase itu meningkat menjadi 30 persen.
Ini tak lepas dari kiprah Susan Wojcicki yang dikenal gemar menyuarakan optimisme kaum perempuan. Wojcicki bahkan mendukung perempuan dalam posisi strategis sebagai pemimpin, bukan cuma pekerja.
Kepiawaiannya menginovasi YouTube pun bisa dirasakan saat ini. YouTube menjadi salah satu layanan paling populer dan mudah mencetak konten viral di internet. Bagi sebagian orang, kini “YouTube lebih dari TV”.
10. Andrew Jassy
Ketika mengakses layanan semacam Spotify dan Netflix, Anda mungkin tak berpikir tentang sistem komputasi yang memungkinkan musik dan serial televisi favorit Anda bisa diakses kapan saja dan di mana saja dalam keadaan online.
Padahal, sistem komputasi adalah inti dari layanan internet. Anak usaha Amazon, AWS, menghadirkan solusi untuk itu. “Otak” di baliknya adalah Andrew Jassy.
Andrew Jassy berhasil membawa AWS menjadi perusahaan bernilai 3 miliar dollar AS atau Rp 4 triliun dalam waktu 10 tahun. Nilai itu terhitung besar untuk perusahaan baru yang menyasar enterprise.
Tiap tahunnya dalam acara “re:invent”, Andrew Jassy mengumbar inovasi terbaru dari AWS untuk membantu pebisnis, startup, dan developer yang ingin menciptakan arsitektur sistem komputasi.
11. Ajit Pai
Pada masa kepemimpinan Barrack Obama, Ajit Pai merupakan komisioner Federal Communications Commision (FCC). Kini, di bawah pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, jabatan Ajit Pai adalah Kepala FCC.
Ajit Pai adalah regulator yang memperjuangkan netralitas internet alias net neutrality. Ia ingin mengeliminasi aturan yang membuat penyedia internet bisa memblok konten tertentu dan memprioritaskan konten lainnya.
Ia ingin derajat konten di internet diperlakukan sama. Kebebasan masyarakat memilih konten diapresiasi lebih dalam.
Baca: Inilah 25 Profesi TI yang Paling Diminati
12. Demis Hassabis
Saat ini perusahaan teknologi berlomba-lomba mengembangkan Artificial Intelligence (AI). Salah satu layanan yang paling pertama mengimplementasikannya adalah game bertajuk “Go”.
Software-nya yang disebut “AlphaGo” diciptakan oleh Demis Hassabis. Kiprah pria dalam hal AI sudah diakui seantero kalangan industri teknologi. Selain AlphaGo, Demis Hassabis juga merupakan CEO dari firma AI Google yang dinamai “DeepMind”.
13. John Giannandrea
Sebagai Head of Google Search, John Giannandrea menjadi ujung tombak layanan paling inti dari sang raksasa Mountain View. Ia mengandalkan AI untuk berinovasi pada layanan Search.
Google Assistant salah satunya digodok oleh John Giannandrea. Asisten digital itu mempermudah masyarakat untuk menjajal Search tanpa harus mengetik.
14. Travis Kalanick
Uber menjadi salah satu “perusak” industri, yakni pada sektor transportasi. Di Indonesia, layanan tersebut sudah merampas rata-rata 40 persen jatah profit taksi tradisional hanya dalam dua tahun pertama beroperasi.
Nah, “otak” di balik Uber adalah Travis Kalanick. Di bawah kepemimpinanya, Uber menjadi salah satu startup dengan valuasi tertinggi di dunia. Investor menanam modal 70 miliar dollar AS atau Rp 933 triliun pada perusahaan itu.
Prinsip Travis Kalanick adalah “win at all costs” alias pantang menyerah dan harus mencapai targetnya apa pun yang terjadi.
15. Ginni Rometty
Lima tahun menjadi CEO IBM, Ginni Rometty tak memperlihatkan tanda-tanda pertumbuhan bisnis yang menurun. IBM justru merangkul perusahaan lain untuk mengembangkan platform AI bernama “Watson”.
16. Cheng Wei dan Jean Liu
Jika di Asia ada Grab, di Indonesia ada Go-Jek, dan di global ada Uber, maka di China ada Didi Chuxing. Perusahaan itu adalah penyatuan dua rival asal China pada 2015.
CEO dan presidennya, Cheng Wei dan Jean Liu, adalah dua nama di balik kehebatan Didi Chuxing. Pada 2016 lalu, Didi Chuxing bahkan membeli Uber yang beroperasi di China. Saat ini, nilai valuasi Didi Chuxing berada di angka 50 miliar dollar AS atau Rp 666 triliun.
17. Jeff Williams
Selain Tim Cook, Jeff Williams juga berperan besar di Apple. Ia telah bekerja hampir 20 tahun dan sering disebut sebagai “Tim Cook-nya Tim Cook”.
Jeff Williams menjabat sebagai COO Apple pada 2015 akhir dan. Sebelumnya ia sudah mengawasi proses suplai komponen Apple secara keseluruhan sejak 2010. Ia terlibat dalam beberapa proyek penting Apple, salah satunya lini Watch.
18. Anthony Levandowski
Jauh sebelum perdebatan panjang antara Uber dan Google menyoal mobil tanpa awak, Anthony Levandowski telah mengerjakan sendiri motor tanpa awaknya.
Saat ini Anthony Levandowski menjadi tokoh sentral dalam perdebatan antara Uber dan Google. Dulunya ia bekerja untuk Google lalu pindah ke Uber untuk mengembangkan mobil tanpa awak.
Google menuntut Anthony Levandowski karena dianggap menceritakan semua rencana Google ke Uber.
19. Del Harvey
Salah satu masalah yang marak di Twitter adalah banyaknya kicauan-kicauan yang mengandung kekerasan. Head of Trust dan Safety Twitter, Del Harvey, adalah sosok yang mengatur mekanisme Twitter untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dari waktu ke waktu, Twitter semakin menunjukkan kepiawaian untuk fokus pada penyebaran informasi dan forum diskusi saja, bukan sebagai platform penebar kebencian.
20. Terry Myerson
Windows, Xbox, Surface, dan produk-produk Microsoft lainnya tak lepas dari peran Terry Myerson. Ia menggodok sistem operasi Windows Mobile pada 2008 lalu, menyusul perilisan iPhone.
Sayangnya Windows Mobile tak mampu bersaing dengan Android dan iOS. Terry Myerson pun banting stir dengan fokus pada masa depan sistem komputasi.
Saat ini Terry Myerson dan timnya tengah merancang versi WIndows terbaru khusus untuk virtual reality dan augmented reality yang dinamai Microsoft sebagai mixed reality.
Baca: Terkaya Ke-6, Harta Pendiri Facebook Tembus Rp 655 Triliun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.