Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Prita dan Teknologi Marketing 2.0

Kompas.com - 08/06/2009, 09:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Di dunia maya, kata kunci ”prita mulyasari” dan ”rs omni” kini sedang populer di mesin pencari. Kasus keluhan konsumen lewat e-mail pribadi itu memang memilukan yang berujung pada penahanan Prita Mulyasari. Terlepas siapa yang paling benar, dari pengalaman ini, tak ada pihak yang diuntungkan.

Prita Mulyasari (32), seperti terlihat di televisi, terguncang akibat penahanan ini. Pihak rumah sakit, di mata mesin pencari seperti Google dan Yahoo!, gugatan untuk menegakkan nama baik itu berbalik 180 derajat dari harapan.

Buka saja Google dan masukkan kata kunci ”rumah sakit omni internasional”. Hitung berapa komentar positif dan komentar negatif di situ.

Google sebagai mesin pencari favorit telah mengindeks ribuan dan mungkin nanti bisa jutaan kecaman. Tak ada harapan bisa memulihkan kecaman itu menjadi pujian. Mesin pencari akan abadi menyimpan arsip itu.

Jadi, selamat datang di dunia marketing 2.0. Kasus ini mengindikasikan, publik Indonesia ternyata melek internet dan siap menyongsong era baru. Suka atau tidak, bahasa baru marketing telah datang dan efektif bekerja.

Dimotori para netter dan anggota situs jejaring sosial, terutama Facebook, tampak nyata sifat dari marketing 2.0. Jeritan satu e-mail itu berkumandang di jutaan komentar dukungan pada Prita. RS Omni Internasional yang tak aktif di dunia jejaring sosial diasosiasikan sebagai ”orang luar”.

Teknologi marketing tak lagi menggunakan media konvensional. Marketing 2.0 justru bertumpu pada basis ”dari mulut ke mulut”.

Pemerhati marketing 2.0, Paul Beelen (www.paulbeelen.com), mengingatkan, tradisi word of mouth ini lebih berkuasa karena didukung para netter.

Mulut yang dimaksud adalah teknologi web atau menurut istilah pakar internet, Tim O’Reilly, sebagai web 2.0 yang merupakan generasi terbaru teknologi web interaktif seperti situs jejaring sosial, blog, RSS, dan lain-lain.

Kini, paradigma baru bukan lagi publikasi dari perusahaan, melainkan partisipasi publik. Jutaan orang merelakan waktu berjam-jam nongkrong di situs jejaring sosial untuk berbagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com