Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cisco: Indonesia Berada di Jalan yang Benar soal Adopsi AI, tapi Masih Ada PR

Ledakan AI menjadi fenomena penggunaan teknologi yang masif serta tumbuh pesat, dan belum pernah terjadi sebelumnya. Indonesia dinilai sudah berada di jalan yang benar dalam proses adopsi AI ke sektor bisnis.

Hal ini diungkap oleh Country Managing Director Cisco Indonesia, Marina Kacaribu berdasarkan hasil survei Cisco sendiri yang bertajuk "AI Readiness Index".

Survei AI Readiness Index pertama dari perusahaan manufaktur alat jaringan dan produk software ini menganalisa soal kesiapan adopsi teknologi kecerdasan buatan secara global, dengan melibatkan lebih dari 8.000 pemimpin bisnis di 30 negara, termasuk di Indonesia, Malaysia, Singapura, Inggris Raya, Swiss, Swedia, Italia, Jepang, Australia, hingga Hong Kong.

Jurnalis KompasTekno Galuh Putri Riyanto berbincang langsung dengan Marina secara eksklusif untuk membahas soal kesiapan adopsi teknologi artificial intelligence di Indonesia ini.

"Meski sudah di jalan yang benar, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang mesti diselesaikan agar adopsi AI berjalan mulus dan perusahaan bisa memanfaatkan dan menikmati potensi penuh dari AI," kata Marina saat ditemui KompasTekno di kantor Cisco Indonesia di Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2023).

Pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan meliputi soal infrastruktur yang aman dan andal; sumber daya manusia (SDM) yang "AI ready"; data yang terintegrasi, akurat, dan aman; hingga soal budaya kerja.

Kesiapan dari masing-masing pilar dikategorikan dalam empat tingkat, yakni "Pacesetters" (siap sepenuhnya), "Chasers" (cukup siap), "Followers" (kesiapan terbatas), dan Laggards (tidak siap).

Marina mengatakan bahwa hasil survei kesiapan adopsi di Indonesia ini menarik. Pasalnya, secara keseluruhan, ada 20 persen perusahaan yang masuk dalam kategori Pacesetters atau siap sepenuhnya mengadopsi AI saat ini.

"Angka 20 persen itu menarik, karena sebenarnya lebih tinggi daripada angka kesiapan adopsi AI secara global (14 persen) di kategori Pacesetters," kata Marina.

Lalu, 51 persen perusahaan di Tanah Air dikategorikan cukup siap untuk mengadopsi AI. Namun, masih ada 28 persen perusahaan di Indonesia dianggap Followers (kesiapan terbatas) dan tidak siap sebanyak 1 persen.

Artinya, mayoritas perusahaan di survei Cisco ini sudah memiliki strategi adopsi artificial intelligence yang sangat jelas, atau sedang dalam proses untuk mengembangkan strategi tersebut.

"Hasil tersebut cukup menggembirakan dan merupakan sinyal positif. Karena, itu mengindikasikan bahwa perusahaan menyadari pentingnya adopsi AI," kata Marina.

Salah satu hasil yang ingin dicapai dengan penerapan AI, menurut Cisco adalah untuk meningkatkan efisiensi sistem, proses, dan operasi. Di antara responden survei, 73 persen menempatkan alasan tersebut sebagai tiga alasan utama mereka mengadopsi AI.

Hal lain yang ingin dicapai adalah peningkatan kemampuan inovasi (70 persen) dan peningkatan pendapatan dan pangsa pasar (45 persen).

Salah satu tantangan di pilar infrastruktur yang mesti diperhatikan perusahaan di Tanah Air, kata Marina, adalah soal kemampuan komputasi.

Survei menemukan, dua pertiga perusahaan (64 perusahaan) akan memerlukan pusat data unit pemrosesan grafis (GPU) untuk mendukung beban kerja AI di masa depan.

Dalam lingkungan kompetitif saat ini, kemampuan memanfaatkan AI dengan cepat memberikan keuntungan tersendiri. Skalabilitas dan fleksibilitas infrastruktur TI yang ada dalam suatu perusahaan sangat penting untuk meraih keuntungan ini.

Arsitektur yang dapat diskalakan dapat tumbuh untuk menangani permintaan yang semakin meningkat, sedangkan arsitektur yang fleksibel dapat beradaptasi dengan mudah terhadap perubahan tanpa gangguan besar.

Di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia, lebih dari sepertiganya (47 persen) menganggap infrastruktur mereka sangat skalabel.

Sementara itu, 35 persen responden mengatakan infrastruktur mereka hanya memiliki skalabilitas sedang atau terbatas, dan memerlukan peningkatan atau pembaruan untuk menangani aplikasi artificial intelligence yang kompleks.

Tantangan lain yang perlu diperhatikan perusahaan adalah soal penggunaan beragam infrastruktur teknologi yang saling terhubung, tidak berkerja sendiri-sendiri.

"Keamanan infrastruktur juga perlu diperhatikan, sekarang harus end-to-end (ujung-ke-ujung)," tambah Marina.

Di Indonesia, survei Cisco AI Readiness Index ini menemukan bahwa, banyak organisasi yang belum sepenuhnya siap untuk melindungi diri dari ancaman keamanan siber yang timbul akibat adopsi AI.

Lebih dari separuh (60 persen) responden kurang siap dalam mendeteksi dan menggagalkan serangan terhadap model AI.

Hal ini menggarisbawahi perlunya peningkatan pendidikan di kalangan perusahaan dan stafnya untuk memastikan pemanfaatan kecerdasan buatan yang aman.

Data berkualitas tinggi, beragam, dan dapat diakses sangat diperlukan untuk algoritma AI untuk memahami pola, mengenali anomali, dan memberikan pengalaman yang dipersonalisasi bagi bisnis.

Sayangnya, pilar data ini juga lah yang kini menjadi tantangan terbesar bagi perusahaan yang akan mengadopsi AI di Indonesia. Pasalnya, pilar data memiliki persentase kategori Laggards terbesar dibandingkan lima pilar lainnya, yakni sebesar 5 persen. Artinya, ada 5 persen responden yang tidak siap soal data.

Sementara itu ada 20 persen perusahaan masuk kategori Pacesetters, 48 persen masuk kategori Chasers, dan 27 persen sisanya masuk kategori Followers.

Marina mengungkapkan, tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan (76 persen responden) adalah data yang terkotak-kotak (siloed) atau terfragmentasi dalam satu perusahaan.

Jadi, setiap unit di perusahaan punya data sendiri, tidak tersentralisasi. Hal ini memberikan tantangan besar karena kompleksitas data yang ada di berbagai sumber.

Tantangan lain adalah soal data yang "siap AI". Menurut Marina, operasi artificial intelligence membutuhkan data yang berkualitas. Artinya, data didapatkan dari sumber yang jelas dipercaya, tidak menggunakan data dari internet sebagaimana kebanyakan tools AI generatif dilatih.

Data untuk operasi AI perusahaan juga harus akurat dan tersentralisasi. Hanya dengan begitu, kata Bos Cisco Indonesia ini, AI bisa memberikan hasil terbaik sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Privasi data menjadi salah satu risiko utama yang dihadapi perusahaan ketika mengadopsi artificial intelligence yang data-driven.

Di Indonesia, 84 persen responden menyatakan bahwa perusahannya memiliki prosedur yang ketat atau canggih, untuk memastikan penyimpanan dan pemanfaatan data mematuhi tuntutan kedaulatan data lokal.

Namun, dalam hal kesiapan tata kelola AI, hal ini sangatlah penting untuk mempertimbangkan kemampuan organisasi untuk mengatasi dan memperbaiki situasi jika terjadi pelanggaran data atau pelanggaran privasi.

Dalam aspek ini, 8 persen perusahaan diketahui memiliki protokol dasar yang belum teruji, atau tidak memiliki protokol sama sekali untuk menanggapi kejadian pelanggaran data atau privasi.

Salah satu tantangan yang dihadapi perusahaan dalam adopsi artificial intelligence adalah dari talent atau SDM, yang memiliki keterbatasan dalam pemahaman dan keahlian dalam mengoperasikan tools dan teknologi AI

"Kabar baiknya, perusahaan sudah mulai mengadakan program upskilling dan reskilling agar karyawan memperoleh keterampilan baru, khususnya di bidang AI," kata Marina.

Bos Cisco Indonesia itu menambahkan, perusahaan bisa menjalin kerja sama dengan pihak pemerintah atau swasta untuk upskilling dan reskilling karyawan ini.

Marina menyontohkan, Cisco memiliki program Cisco Networking Academy sejak 1998. Program ini sudah melatih lebih dari 300.000 pelajar dan pekerja di bidang keamanan siber, Internet of Things (IoT), hingga artificial intelligence.

"Fokus pada pelatihan ulang talenta juga penting untuk menjaga semangat kerja yang tinggi di antara para karyawan. Karena penerapan teknologi AI kemungkinan besar akan menyebabkan perubahan pada cakupan beberapa pekerjaan dari karyawan itu sendiri," kata Marina.

Marina mengungkapkan, kecerdasan buatan menjanjikan manfaat transformatif. Namun, dalam penerapannya, AI memiliki sejumlah risiko sehingga menuntut perusahaan untuk memiliki kerangka kebijakan dan protokol yang kuat.

Hal tersebut diperlukan untuk memandu pengelolaan data dan sistem AI yang etis dan bertanggung jawab.

"Penegakan tata kelola yang baik juga menjadi faktor penentu kesuksesan dalam mengadopsi AI," kata Marina.

Budaya kerja di era adopsi AI

Marina mengungkapkan, faktor terakhir yang menjadi faktor penentu kesuksesan perusahaan dalam mengadopsi AI adalah menciptakan budaya yang mendukung inovasi.

"Budaya ini harus dimulai dari atas (jajaran C-level/bos) sampai ke bawah," lanjut Marina.

Studi ini menemukan bahwa Dewan Direksi dan tim kepemimpinan sangat reseptif dalam memanfaatkan kekuatan transformatif AI.

Namun, masih banyak upaya yang perlu dilakukan untuk melibatkan manajemen level menengah. Karena 16 persen dari mereka memiliki penerimaan yang terbatas atau tidak sama sekali terhadap AI.

Tantangan di pilar budaya ini bahkan lebih besar lagi bagi para karyawan, dimana 31 persen perusahaan melaporkan bahwa karyawan mereka memiliki keterbatasan dalam kemauan untuk mengadopsi AI, atau bahkan menolaknya.

Dengan kondisi tersebut, di Indonesia, hanya ada 7 persen perusahaan yang masuk kategori siap sepenuhnya (Pacesetters), 56 persen masuk kategori cukup siap (Chasers), 33 persen di kategori kesiapan terbatas (Followers), dan 4 persen di kategori tidak siap (Laggards).

Oleh karena itu, kata Marina, penting bagi dunia usaha untuk mengambil tindakan sekarang, dan nantinya siap memanfaatkan teknologi AI sepenuhnya.

Dalam studi ini, Cisco memberikan lima saran untuk perusahaan untuk meningkatkan kesiapan AI-nya:

  • Perusahaan perlu berpikira jangka panjang dan besar. Jangan hanya mengadopsi AI karena ikut-ikutan.
  • Membangun dan investasi infrastruktur untuk masa depan.
  • Buat data yang tersentralisasi.
  • Menjadikan orang-orang adaptif terhadap perubahan budaya.
  • Menyebarkan protokol dan kebijakan internal yang relevan.

Laporan lengkap Cisco AI Readiness Index untuk wilayah Indonesia selengkapnya bisa dibaca di tautan berikut ini.

https://tekno.kompas.com/read/2023/11/24/09000027/cisco-indonesia-berada-di-jalan-yang-benar-soal-adopsi-ai-tapi-masih-ada-pr

Terkini Lainnya

Game 'GTA 6' Dipastikan Meluncur September-November 2025

Game "GTA 6" Dipastikan Meluncur September-November 2025

Game
Instagram Vs Instagram Lite, Apa Saja Perbedaannya?

Instagram Vs Instagram Lite, Apa Saja Perbedaannya?

Software
Menjajal Langsung Huawei MatePad 11.5'S PaperMatte Edition, Tablet yang Tipis dan Ringkas

Menjajal Langsung Huawei MatePad 11.5"S PaperMatte Edition, Tablet yang Tipis dan Ringkas

Gadget
Game PlayStation 'Ghost of Tsushima Director's Cut' Kini Hadir di PC

Game PlayStation "Ghost of Tsushima Director's Cut" Kini Hadir di PC

Game
iPhone dan iPad Bakal Bisa Dikendalikan dengan Pandangan Mata

iPhone dan iPad Bakal Bisa Dikendalikan dengan Pandangan Mata

Gadget
Daftar Harga Gift TikTok Terbaru 2024 dari Termurah hingga Termahal

Daftar Harga Gift TikTok Terbaru 2024 dari Termurah hingga Termahal

e-Business
Membandingkan Harga Internet Starlink dengan ISP Lokal IndiHome, Biznet, dan First Media

Membandingkan Harga Internet Starlink dengan ISP Lokal IndiHome, Biznet, dan First Media

Internet
Smartphone Oppo A60 Dipakai untuk Belah Durian Utuh, Kuat?

Smartphone Oppo A60 Dipakai untuk Belah Durian Utuh, Kuat?

Gadget
Rutinitas CEO Nvidia Jensen Huang, Kerja 14 Jam Sehari dan Banyak Interaksi dengan Karyawan

Rutinitas CEO Nvidia Jensen Huang, Kerja 14 Jam Sehari dan Banyak Interaksi dengan Karyawan

e-Business
Smartphone Meizu 21 Note Meluncur dengan Flyme AIOS, Software AI Buatan Meizu

Smartphone Meizu 21 Note Meluncur dengan Flyme AIOS, Software AI Buatan Meizu

Gadget
Advan Rilis X-Play, Konsol Game Pesaing Steam Deck dan ROG Ally

Advan Rilis X-Play, Konsol Game Pesaing Steam Deck dan ROG Ally

Gadget
5 Besar Vendor Smartphone Indonesia Kuartal I-2024 Versi IDC, Oppo Memimpin

5 Besar Vendor Smartphone Indonesia Kuartal I-2024 Versi IDC, Oppo Memimpin

e-Business
Epic Games Gratiskan 'Dragon Age Inquisition - Game of the Year Edition', Cuma Seminggu

Epic Games Gratiskan "Dragon Age Inquisition - Game of the Year Edition", Cuma Seminggu

Game
Motorola Rilis Moto X50 Ultra, 'Kembaran' Edge 50 Ultra Unggulkan Kamera

Motorola Rilis Moto X50 Ultra, "Kembaran" Edge 50 Ultra Unggulkan Kamera

Gadget
Merger XL Axiata dan Smartfren Kian Menguat, Seberapa Besar Entitas Barunya?

Merger XL Axiata dan Smartfren Kian Menguat, Seberapa Besar Entitas Barunya?

e-Business
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke