Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan MRT yang Dibutuhkan Jakarta

Kompas.com - 30/03/2012, 13:35 WIB

KOMPAS/LASTI KURNIAReplika kereta mass rapit transit (MRT) Jakarta dihadirkan di atrium Blok M Plaza, Jakarta, dengan suasana yang mendekati bentuk aslinya, disertai tambahan sejumlah panel informasi, Kamis (29/12). MRT Jakarta yang berbasis rel tahap awal rencananya dimulai koridor tahap I, yaitu Selatan-Utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan), yang ditargetkan beroperasi akhir 2016.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan jalur kereta Mass Rapid Transport (MRT) dianggap tidak akan menyelesaikan kemacetan Jakarta. Hal itu disebabkan pembangunan MRT tersebut memerlukan investasi besar dan waktu yang tak sebentar.

Country Director of Institute for Transportation and Development Policy, Yoga Adiwinarto menjelaskan untuk mengatasi kemacetan Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia ini adalah bagaimana memindahkan orang, bukan memindahkan orang melalui mobil atau motor.

"Bila pemerintah kota Jakarta bangun MRT untuk atasi macet, itu tidak masuk akal," kata Yoga di ajang Tekno Idea "Solusi Sistem Lalu Lintas dan Tata Kota" di XXI Lounge Jakarta, Kamis (29/3/2012).

Sebenarnya, rencana pembangunan MRT di ibukota sudah direncanakan sejak tahun 1970. Tapi hingga penggantian enam gubernur DKI Jakarta sampai saat ini, pembangunan MRT pun hanya sebatas pembangunan tiang pancang.

Penundaan pembangunan MRT di Jakarta ini bukan tanpa sebab. Sudah menjadi rahasia umum pada proses pembangunan apa pun di Indonesia akan memerlukan birokrasi dan pembebasan lahan yang lama.

"Jika ada calon gubernur yang koar-koar akan membangun MRT dalam 5 tahun mendatang, itu tidak mungkin. Ada istilah guyonan kalau pembangunan MRT itu Masih Rapat Terus (MRT). Proyeknya tidak jalan-jalan," katanya.

Dalam catatan Yoga, biaya investasi untuk pembangunan MRT mencapai sedikitnya Rp 16 triliun. Sementara investasi untuk pembangunan jalur dan pengadaan bus Trans Jakarta hanya menelan Rp 5 triliun.

Untuk mendapatkan dana tersebut, pemerintah harus menganggarkan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

 

Fokus Solusi
Menurut Yoga, konsep Bus Rapid Transit lebih cocok untuk Jakarta ketimbang MRT.

Pemerintah kota Jakarta telah membangun sarana transportasi Trans Jakarta. Konsep ini ditiru dari proyek pencegahan kemacetan di Bogota Kolombia.

"Hanya perlu satu gubernur untuk bisa meloloskan proyek ini," katanya.

Proyek pembangunan Trans Jakarta dimulai sejak 1999. Sampai saat ini sudah dibangun 12 koridor yang menghubungkan antar wilayah di Jakarta.

Dari sisi penumpang, Trans Jakarta sampai saat ini sudah mampu mengangkut sekitar 45.000 penumpang dalam waktu sejam per arah. Padahal MRT diperkirakan hanya sanggup mengangkut sekitar 18.000 penumpang per jam per arah.

"Trans Jakarta per hari bisa mengangkut sekitar 360.000 penumpang. Targetnya dalam dua tahun ke depan bisa 600.000 penumpang per hari," jelasnya.

Namun, Trans Jakarta memang pelayanannya hingga saat ini belum mampu memuaskan pengguna jalan di Jakarta. Terutama terkait waktu menunggu bus yang lama, antrian di halte, desan-desakan di dalam bus, pencurian atau pencopetan, dan sebagainya.

Ke depan, pihak Trans Jakarta akan meningkatkan pelayanan di semua koridor yang ada. khususnya pembangunan parkir sepeda motor dan sepeda di area sekitar halte. Sehingga masyarakat yang biasa berangkat ke kantor memakai sepeda motor atau mobil, bisa beralih memakai layanan Trans Jakarta.

"Kalau mau menyelesaikan macet dengan masih membangun jalan, itu sama saja orang yang gemar olahraga atau naik sepeda, tapi masih menghisap rokok. Solusinya Trans Jakarta saja," jelasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com