Ayu Sulistyowati
D’Kala merupakan nama permainan (fun games) seperti Angry Bird, Zuma, atau permainan lainnya dengan komputer, telepon genggam pintar, atau sejenisnya. Bedanya, D’Kala merupakan permainan melalui android yang kental dengan budaya Bali , yaitu tradisi ogoh-ogoh. Jika Angry Bird identik dengan burung lucu warna-warni, D’Kala justru mengingatkan pemain pada ogoh-ogoh yang hanya ada ketika perayaan Nyepi.
Sekarang, tim ini begitu bangga ketika ditemui di kantor Bamboomedia. Bahkan, sebulan sesudah games D’Kala diunggah ke dunia maya, pengunduhnya mencapai 5.000 orang. Hingga akhir April ini, permainan ini terus diperbaiki dengan menambah pilihan bahasa Indonesia dan Inggris, musik tradisional (gamelan) Bali, serta artistik lainnya.
”Kami tidak berhenti dengan cukup mengunggahnya di dunia maya, tetapi terus, dan terus mengembangkannya agar lebih menarik pemainnya,” kata Sudiarta.
Mengapa permainan ini diciptakan. Menurut Sudiarta, semuanya berawal dari tekad kuat untuk bisa memberikan tanah kelahirannya dengan sesuatu yang berbasis teknologi. Maka mereka mencoba mengemas produk ini harus berbeda, unik, menarik, dan mencerdaskan.
Akhir Desember 2011, muncul ide membuat games berbasis teknologi android dengan karakter ogoh-ogoh sebagai pemeran permainan ini. Selama hampir dua bulan sejak Desember itu, kerja keras dikerahkan meski sempat pesimistis karena kesulitan melakukan program keseimbangan pada permainannya.
Bahkan, Ida Bagus Adiantara, si perancang permainan, lulusan SMK 1 Denpasar, dan menjadi karyawan Bamboomedia, itu mengaku kewalahan menyelesaikan permainan ogoh-ogoh ini.
Maklum, permainan ogoh-ogoh ini begitu banyak menggunakan keseimbangan persegi panjang. Mulai bagaimana agar persegi panjang itu jatuh dengan baik hingga bagaimana menjaga bagian-bagian tertentu tidak jatuh. Butuh ketelitian dan kecermatan pembuatnya. ”Ya, kan, malu jika tidak benar-benar matang karena membawa nama Bali,” ujar Adiantara.
Pada akhir Februari menjelang Nyepi bulan Maret lalu, D’Kala versi perdana pun meluncur dengan 10 tema permainan berbasis android. Meski tim ini sudah mengumpulkan sekitar 50 tema dengan berbagai versi serta variasi ogoh-ogohnya, mereka tak ingin gegabah. Saat ini, mereka sudah menambah 10 versi lagi hingga awal Mei ini.
”Target kami adalah mendapatkan pengunduhnya bisa lebih dari 10.000 orang selama tiga bulan. Kami pun menargetkan pada Nyepi tahun depan, sudah bisa mengunggah D’Kala berbagai versi dan mulai berbayar karena bakal bisa juga dimainkan di PC (personal computer) sehingga yang bermain tidak hanya yang memiliki program android saja,” tutur Sudiarta, awal April lalu.
Sudiarta pun mengapresiasi para siswa SMK yang magang di perusahaannya yang ternyata bisa berkontribusi membuat karya berbasis teknologi dan budaya asal Bali. Kendati ide dari dirinya, ia mengaku otak permainan ogoh-ogoh dibuat oleh Adi, pegawainya yang dulunya juga lulusan SMK Negeri 1 Denpasar.
Ada delapan siswa SMK PGRI 4 Denpasar, dan beberapa siswa lainnya yang membantu desain tiap tema permainan. Bagi Sudiarta, ini kerja sama tim yang menyenangkan. ”Saya bangga mereka (siswa SMK) bisa diandalkan,” ujarnya.
Untuk memainkan D’Kala tidak mudah. Pemain diminta menyusun enam kepingan (puzzle) badan ogoh-ogoh. Pada awalnya akan muncul kepala ogoh-ogoh yang terletak di persegi panjang berwarna kuning. Nah, persegi panjang kuning ini disangga beberapa persegi panjang lainnya. Pemain harus menghilangkan persegi panjang penyangga tanpa menjatuhkan potongan badan ogoh-ogoh.Permainan berlanjut hingga level tertinggi, enam. Permainan seru dan bikin penasaran!
Setiap tema dalam permainan ini terdapat enam level. Mulai dari level memasang kepala, tangan, hingga kaki ogoh-ogoh sehingga utuh. Jangan salah. Permainan ini memiliki cerita dan alasan mengapa bernama ogoh-ogoh hingga permainan ini tak bersuara atau disisipkan musik.
Di Bali, beberapa tahun belakangan ini, ogoh-ogoh menjadi ikon menjelang perayaan Nyepi, ogoh-ogoh disimbolkan sebagai patung raksasa yang biasanya berkarakter jahat. Patung ini diarak mengiringi kentungan dan obor keliling desa. Simbol kejahatan ini pun dibakar agar tidak mengganggu Nyepi umat Hindu Bali dan mengingatkan agar melebur segala sifat buruk.
Mengapa enam level? Karena dalam keyakinan Hindu Bali, terdapat enam sifat buruk manusia (sadripu). Oleh karenanya, pemain diharapkan mampu melewati enam level sebagai pengandaian menghilangkan sifat buruk dalam dirinya. Jika puzzle badan ogoh-ogoh yang terpotong enam itu lengkap, maka otomatis terbakar.
Pembakaran ini dimaksudkan menggambarkan kesempurnaan hidup setelah mampu melewati rintangan hidup. Pada permainan ini kehidupan diidentikkan dengan kemampuan pemain menyelesaikan enam level itu.
Awalnya permainan ini tanpa musik sama sekali karena Nyepi, ya, benar-benar sepi. Kini pemain bisa memilih musik yang diinginkan atau tanpa musik.
Ida Gede Bayu Sasmita Nata dan AA Gede Rama Dalem, siswa SMK PGRI 4 Denpasar, mengaku tak menyangka bisa terlibat dalam pembuatan games ogoh-ogoh D’Kala ini. Keduanya pun bersemangat membuat desain untuk tiap tema-temanya. Mereka bahkan mampu menggambar secara multimedia, yang menarik dan benar-benar pemandangan Bali. ”Proyek ini benar-benar memotivasi kami, apalagi kami masih belajar. Ini asyik,” kata Rama bersemangat.
Pada permainan ini, Bayu dan Rama pun berkreasi dengan menjadikan keindahan dan adat kebanggaan Bali dalam desain programnya. Berbagai tema disajikan berbeda, seperti persawahan, halaman pura, obyek wisata Ubud, Kuta, atau pemandangan lain di Pulau Dewata.
Sayangnya, permainan produk putra Bali ini belum mendapatkan respons dari pemerintah setempat. Kendati demikian, Sudiarta dan timnya tak muluk-muluk bermimpi games D’Kala diapresiasi pemerintah. Bagi mereka, D’Kala bisa berpartisipasi mengenalkan Bali melalui permainan di dunia maya itu sudah luar biasa. Mereka sadar kepuasan dan kesempurnaan permainan ini masih jauh karena program ini terus memerlukan perbaikan sana-sini.
Siap menjelajah Bali dengan permainan android? Coba saja dengan D’Kala.