Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Situs "E-Commerce" Belum Bebas dari Barang KW

Kompas.com - 09/06/2012, 15:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Barang-barang tiruan alias KW telah menjadi industri tersendiri di Indonesia. Tak hanya produsennya yang banyak, tapi peminatnya juga banyak. Harga memang menjadi hal yang sensitif di Indonesia.

Barang KW hingga kini masih terjual bebas di pasar tradisional, pusat perbelanjaan, bahkan di situs e-commerce.

Tak sedikit situs e-commerce besar di Indonesia yang masih mengizinkan penggunanya menjual barang-barang KW. Sukur-sukur jika si penjual memberi keterangan bahwa produk yang dijualnya adalah barang KW. Jika tak ada keterangan, ini bisa merugikan pembeli lantaran merasa ditipu.

Beberapa situs e-commerce sudah menerapkan sikap untuk tidak memberi kesempatan kepada para penggunanya untuk menjual barang KW. TokoBagus dan Rakuten.co.id contohnya.

Di Rakuten, peringatan untuk tidak menjual produk KW dilakukan sebanyak dua kali. "Kalau dia masih menjual produk KW, maka toko online-nya akan kami tutup," kata Tesong Kim, Director & Chief E-Commerce Consultant Rakuten Indonesia.

Ia menambahkan, kantor pusat Rakuten di Jepang memang menerapkan peraturan ini. Rakuten juga terikat kontrak dengan beberapa perusahaan untuk tidak menjual produk tiruan.

Hal yang sama dilakukan Tokobagus.com, yang merupakan pemain lama dalam bisnis e-commerce di Indonesia. Situs ini memblokir berdasarkan kata kunci, sejak Desember 2011. Ketika ada kata kunci yang berhubungan dengan produk tiruan, maka sistem Rakuten akan memblokir dan tidak menampilkan produk tersebut.

Namun, Tokobagus mengakui pihaknya masih sering kecolongan. Ada satu atau dua produk tiruan di lapak mereka.

Sementara itu, pemain besar lain mengaku belum menegakkan peraturan yang ketat soal ini, contohnya Tokopedia.com dan Multiply.com.

"Untuk saat ini aturannya belum ketat. Tapi di kemudian hari kami akan menerapkannya. Butuh waktu untuk mengedukasi pengguna," ujar Media & PR Manager Multiply Indonesia Nirmala R Hapsari.

Perusahaan-perusahaan e-commerce di Indonesia telah membentuk Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Asosiasi ini akan membuat standar-standar yang bisa digunakan perusahaan e-commerce dalam kegiatan komersial di ranah online, salah satunya masalah hak cipta.

Belanja online berarti tidak melihat barang yang ingin dibeli secara fisik. Tidak bisa menerawang secara detail setiap bagiannya. Oleh karena itu, hak pelanggan untuk mendapatkan barang berkualitas pun perlu diatur dan dibuat standar.

Dalam diskusi di Startup Asia Jakarta, 7-8 Juni 2012, soal produk tiruan ini juga sempat mengemuka. William Tanuwijaya, Co-Founder Tokopedia, berharap penegakan hukum soal barang tiruan meniru sistem Digital Millennium Copyright Act di Amerika Serikat.

Lewat sistem itu, pihak yang merasa hak ciptanya dirugikan harus menyampaikan laporan ke pengelola situs e-commerce. Selanjutnya, pengelola situs akan diberi kesempatan untuk menilai apakah pelanggaran yang dilaporkan memang benar, lalu mengambil tindakan.

Hal itu, ujar William, akan lebih baik daripada pihak pemegang hak cipta mengajukan keberatan langsung ke penyelenggara jasa internet (ISP) yang kemudian bisa melakukan blokir semena-mena.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com