JAKARTA, KOMPAS.com - Ekosistem frekuensi kanal 4G atau Long Term Evolution (LTE) di Indonesia dinilai masih belum siap. Imbasnya, pelaksanaan frekuensi 4G akan tersendat.
Penggagas IndoLTE Forum Heru Sutadi menjelaskan masih banyak persiapan yang harus dilakukan bagi Indonesia untuk mengadopsi teknologi 4G.
"Regulator harus segera menyiapkan frekuensi 4G di mana, besaran frekuensi berapa, kecepatan data maksimal berapa. Ini harus disiapkan, sekaligus regulasinya," kata Heru saat diskusi media di Resto Sere Manis Jakarta, Selasa (26/6/2012).
Saat ini, pemerintah masih mempertimbangkan frekuensi yang memungkinkan untuk dipakai 4G. Ada empat skema yang telah disiapkan pemerintah terkait frekuensi kanal 4G.
Pilihannya adalah, memakai frekuensi 700 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz atau 2300 MHz. Menurut Heru, frekuensi yang paling memungkinkan dipakai untuk kanal 4G adalah 2300 MHz.
"Lebar frekuensi ini baru dimanfaatkan sekitar 30 Mhz dari total 90 MHz yang tersedia di frekuensi ini. Bila ingin cepat, bisa memanfaatkan pita frekuensi yang kosong," tambahnya.
Selama ini frekuensi 2300 MHz dimanfaatkan untuk teknologi Wimax. Namun teknologi tersebut belum mampu dimanfaatkan secara optimal.
Adopsi Wimax di Indonesia dinilai harus memiliki investasi infrastruktur yang lebih besar. Sedangkan teknologi 4G, biaya investasi infrastruktur bisa ditekan karena operator sudah memiliki tower.
"Jika mau memakai frekuensi 2300 MHz, kita harus belajar dari negara lain. Apakah banyak negara yang memakai 4G di frekuensi tersebut," kata mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini.
Sekadar catatan, frekuensi 4G di Amerika Serikat di 700 MHz, sementara di Eropa rata-rata memakai frekuensi 4G di 2500 - 2600 MHz. Hanya Australia yang memakai frekuensi 4G di 2300 MHz, itupun dengan penataan ulang frekuensi (refarming). Bahkan di luar negeri malah jarang menggunakan frekuensi 2300 MHz untuk 4G.
"Jika dipaksakan, sementara sisa lebar pita frekuensi sekitar 60 MHz di 2300 MHz hanya cukup diperebutkan oleh tiga operator saja," tambahnya.
Sebenarnya masih ada opsi untuk memakai frekuensi di 700 MHz. Di sini, lebar peta frekuensinya mencapai 140 MHz, cukup longgar bila diperebutkan oleh 7 operator telekomunikasi di Indonesia.
Namun implementasinya, frekuensi ini baru bisa dipakai pada 2018, setelah proses migrasi televisi analog ke digital rampung.
Adapun, di frekuensi 2100 MHz, penerapan 4G terbentur pada kondisi belum bersebelahannya blok-blok tiap operator.
Sehingga frekuensinya harus ditata ulang karena sekarang kondisinya tidak seimbang antaroperator, ada yang lebar frekuensinya 10 MHz dan ada yang 15 MHz. Padahal, untuk teknologi 4G minimal perlu 20 MHz agar optimal.
"Jangan sampai nanti seperti kejadian iPad yang tidak bisa dipakai di Australia. Produknya memakai 4G di 700 MHz, tapi frekuensi 4G di Australia di 2300 MHz. Jelas beda frekuensi," katanya.
Dengan kasus tersebut, Heru meminta agar regulator segera membahas frekuensi yang cocok untuk teknologi 4G, regulasi, perangkat, harga perangkat dan edukasi ke konsumen. Vendor dan operator juga harus dilibatkan agar penataan 4G lebih optimal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.