KOMPAS.com – Riset Google bersama TNS Australia mendapati, 50 persen pemilik smartphone di Indonesia menjadikan peranti itu sebagai peralatan telekomunikasi utama, termasuk untuk mengakses internet. Apa yang bisa menjadi peluang dan inspirasi dari hasil riset tersebut?
Angka penetrasi itu merupakan yang tertinggi di kawasan Asia. Namun, dari delapan negara yang menjadi lokasi riset tersebut pada Juni 2015, penetrasi smartphone di Indonesia secara persentase ada di posisi nomor dua paling rendah. Hanya India yang penetrasi perangkat mobile-nya lebih rendah daripada Indonesia.
Meski begitu banyak orang memakai telepon genggam sebagai peralatan utama komunikasi, rata-rata jumlah aplikasi yang tertanam di dalamnya justru merupakan persentase terendah di Asia.
Kedua negara ini, sebut Masao, punya penetrasi gadget paling rendah, demikian pula jumlah aplikasi yang dipasang. “Namun, smartphone sangat penting untuk aktivitas mereka sehari-hari,” kata dia. “Kalaupun mereka punya peranti telekomunikasi kedua—komputer pribadi maupun tablet—akses ke dunia maya tetap dilakukan lewat peranti berlayar lebih kecil,” ungkap Masao.
Riset ini mendapati kawasan Asia sudah berkembang menjadi hub bagi bisnis aplikasi global. Namun, tantangan terbesar adalah menghasilkan inovasi baru untuk aplikasi. Karena, di pasar Asia, hanya tiga aplikasi yang laku, yaitu instant messaging—macam whatsapp atau line—, media sosial, dan mesin pencari.
Peta aplikasi
Menjajaki perilaku 1.000 pengguna smartphone dari masing-masing negara, riset Google mendapati pemilik ponsel cerdas di Indonesia lagi-lagi punya perilaku 11-12 dengan India, tetapi juga dianggap satu kelompok dengan Australia.
Di peringkat ketiga indikator, pengguna Indonesia didominasi aktivitas “gugling”. Adapun peringkat ketiga aktivitas internet di India adalah mencari hiburan, sementara Australia untuk mencari berita dan kabar cuaca.
Sementara itu, Hongkong, Singapura, dan Hongkong, menurut riset ini masuk kategori “messaging driven”, dengan peringkat pertama dan kedua adalah untuk aktivitas bertukar pesan dan media sosial. Adapun Jepang dan Korea masuk kategori “news/search driven”.
Meski begitu, Indonesia masih punya catatan “lumayan” untuk urusan belanja aplikasi berbayar. Dari delapan negara yang disurvei, Indonesia hanya kalah dari India soal kesukaan membeli aplikasi berbayar. Walaupun, Indonesia juga menjadi negara paling banyak mengunduh aplikasi gratisan.
Peluang
Dari hasil riset Google bersama TNS Australia tersebut, sejumlah peluang membentang. Peluang itu datang mulai dari bisnis aplikasi hingga segmen penggunaannya. Patut digarisbawahi adalah fakta bahwa begitu banyak orang Indonesia memakai telepon genggam sebagai peranti komunikasi utama.