Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan "Game" GTA Perlu Diwaspadai

Kompas.com - 12/06/2009, 22:46 WIB

Remaja tersebut mengungkapkan kepada polisi yang menangkapnya bahwa ia melakukan hal gila tersebut dikarenakan ia ingin mengetahui apakah merampok sebuah taksi di dunia nyata semudah merampok taksi di video.

Distributor "New Era Interactive" (NEI) telah menghentikan penjualan video game GTA, dan menurut laporan Reuters, outlet dan toko di Thailand mulai menarik keluar video GTA dari peredaran.

Tetapi tidak benar pihak NEI menarik semua serial GTA, serial terakhir yaitu "Grand Theft Auto: IV" tetap menjadi fokus utama perusahaan itu. GTA memang menarik, karena tampilannya yang seperti nyata.

Pada edisi awalnya,  "Grand Teft Auto versi  San Andreas", permainan itu tampak menyenangkan untuk dimainkan karena inovatif dan memberikan kebebasan pada pemainnya untuk bereksplorasi, termasuk kebebasan melakukan kekerasan.

Kekerasan dalam "game" tersebut dibuat seolah-olah sebagai suatu yang menyenangkan dan memberikan efek ketagihan. Semakin sering pemain melakukan kekerasan, semakin banyak kebrutalan yang bisa dimainkan.

Bukan hanya diizinkan mencuri mobil, menabrak polisi, atau melanggar aturan lalu-lintas, pada bagian bonusnya, sang pemain akan dihampiri oleh seorang gadis dan mereka akhirnya bisa pergi ke suatu tempat dan melakukan seks bebas.

Bagian itu yang kemudian dikeluhkan banyak orang tua, karena anak-anak akan melihat kegiatan dalam permainan itu sebagai sesuatu yang boleh dicontoh.

Itu sejalan dengan pernyataan pakar Albert Bandura, yang menyatakan, agresi sebagai efek komunikasi massa yang secara perlahan merasuk kedalam benak pikiran anak-anak.

Teori yang diangkat paka itu disebut sebagai teori belajar sosial yang relevan bila dikaitkan dengan pengaruh GTA  bagi perkembangan anak-anak.

Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang, termasuk anak-anak dan remaja, cenderung meniru perilaku yang diamatinya. Dengan kata lain rangsangan, baik yang sifatnya verbal apalagi visual dari televisi dan "game", bisa menjadi teladan untuk perilaku anak-anak yang melihatnya.

Pakar ilmu komunikasi Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya "Psikologi Komunikasi" bahkan melihat bahwa teori itu menarik bila dikaitkan dengan konteks Indonesia.

Menurut dia, orang bisa belajar berbahasa yang baik, atau bahkan yang buruk, karena mengamati setiap hari acara televisi yang ditampilkan oleh tokoh-tokoh yang mereka sukai.

Proses meniru terhadap tindakan agresif seperti itu yang bisa terjadi pada anak-anak yang sering memainkan GTA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com