Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KIRSTENBOSCH

Taman Botani di Dalam Kota

Kompas.com - 28/06/2010, 15:16 WIB

Ann Kenney (68), ibu tua itu, tidak salah. Taman botani nasional Kirstenbosch memang indah, bahkan saat musim dingin tiba pada bulan Juni ini. Entah, apa komentar saya seandainya datang pada musim panas. Yang jelas, dalam situasi bunga tidak sebanyak pada musim panas, Kirstenbosch menyuguhkan kepada tamunya keanekaragaman flora Afrika Selatan yang memukau.

”Paling tidak tiga bulan sekali saya ke sini. Saya selalu ingin menikmatinya,” kata Kenney, yang tinggal di rumah jompo Arcadia Haven Old Age di kawasan Mowbray, Cape Town.

Terletak di kaki sebelah selatan Table Mountain, Kirstenbosch adalah bagian dari kota Cape Town. Adapun Cape Town sendiri praktis mengelilingi pegunungan yang merentang dari timur laut ke barat daya. Namun, karena permukiman penduduk yang terpadat berada di barat laut hingga utara Table Mountain, berada di Kirstenbosch membuat kita seolah- olah di luar kota Cape Town.

Kenney tidak peduli teman- temannya sesama penghuni rumah jompo memilih untuk tinggal di rumah. ”Mereka malas pergi-pergi, sementara saya butuh aktivitas. Jadi, saya pergi sendiri,” kata Kenney.

Sebagai pensiunan, ia memiliki jatah gratis transportasi ke Kirstenbosch yang jatuh setiap Selasa. Hanya dalam waktu 30 menit, Kenney bisa mencapai taman yang indah ini tanpa harus menggantungkan diri kepada siapa pun. ”Saya tak mau merepotkan anak saya, apalagi dia tinggal di Fish Hoek (sekitar satu jam perjalanan dari rumah jompo Kenney),” kata Kenney, yang putri tunggalnya selalu menengoknya pada hari Sabtu dengan suami dan anak yang baru 4,5 bulan.

Ann Kenney hanya salah satu dari puluhan nenek dan kakek yang meramaikan Kirstenbosch. Pemandangan kakek dengan cucunya, anaknya, sendiri atau berpasangan, terasa sejak pintu masuk kawasan seluas 528 hektar ini. Dari areal seluas itu, taman yang memang dikembangkan secara khusus luasnya mencapai sekitar 36 hektar.

Mereka tampak sangat menikmati meski sebagian harus tertatih-tatih dengan tongkat, kursi roda, atau motor listriknya. Tiga nenek duduk di bangku dekat Fragrance Garden sambil berbincang-bincang, sementara sejumlah pasangan kakek-nenek menikmati kue dan teh di Tearoom dekat pintu gerbang 2.

Seorang kakek berulang kali memilih duduk di bangku kayu panjang yang banyak terdapat di sekitar taman saat cucunya yang berusia sekitar delapan tahun berlari kian kemari. Ann Kenney sendiri memilih duduk di pinggiran kolam di kawasan Peninsula Garden hanya dengan sekaleng minuman bersoda. Sementara itu, pelayan di toko penjual pernak-pernik milik Botanical Society di pintu gerbang 1 praktis semua berusia di atas 60 tahun.

Di sisi lain, pengunjung Kirstenbosch yang tak kalah banyak adalah anak-anak, mulai dari bayi hingga usia sekolah dasar. Sebagian datang bersama dengan orangtua, sebagian yang lain berombongan bersama pembimbingnya yang kemudian memilih duduk di bebatuan untuk melakukan semacam tanya-jawab.

Tiga jalur jelajah

Kirstenbosch terlalu luas untuk dijelajahi secara keseluruhan hanya dalam waktu satu hari. Karena itu, di luar taman bunga dengan sejumlah tema, pengelola taman botani membuatkan tiga jalur penjelajahan yang meliputi punggung pegunungan Table Mountain. Jalur terpendek sekitar 1,5 kilometer disebut Stinkwood Trail yang bisa ditempuh sekitar 45 menit. Jalur sedang, Yellowwood Trail, yang panjangnya 3 kilometer dengan waktu tempuh 1,5 jam. Yang terakhir dan terpanjang, 7,7 kilometer, adalah Silvertree Trail yang bisa dituntaskan dalam tiga jam.

Akan tetapi, sebetulnya menyusuri taman bunga seluas 36 hektar saja membutuhkan waktu cukup lama, terutama jika ingin mengamati berbagai tanamannya. Kawasan taman bunga ini dibagi dalam 27 tema menarik. Fragrance Garden, misalnya, menyajikan berbagai tanaman dengan tekstur dan bau yang langka.

Sementara itu, di Useful Plants, pengunjung bisa menemukan berbagai tanaman yang berguna untuk membuat teh, kopi, pewarna kain, tali, keranjang, dan berbagai obat tradisional, seperti sakit kepala, pilek, batuk, dan demam. Namun, sebuah keterangan juga ditempatkan di wilayah itu, mengingatkan pengunjung bahwa tanaman obat-obatan mungkin saja mengandung zat kimia yang berbahaya bagi kondisi tubuh tertentu.

Tanaman bernama Leonotis leonurus yang masuk dalam keluarga Laniaceace—dan dikenal dengan sebutan kuping singa atau di dalam bahasa Inggris disebut wild dagga—disebut biasa diisap atau dikunyah layaknya tembakau oleh orang Khoisan, warga asli Afrika. Tanaman ini memberikan efek narkotika bagi penggunanya. Namun, di Afrika Selatan, ia banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan luka di kulit, seperti terkena sengatan serangga, ular, kalajengking, pegal leher, kram, batuk dan demam, bronkitis, asma, sakit kepala, epilepsi, dan pendarahan.

Sejak awal masa manusia batu, kawasan ini sebenarnya telah dihuni, ditandai dengan penemuan kapak tangan batu, tetapi baru sekitar 2.000 tahun lalu suku Khoi Khoi menghuninya. Kehadiran orang Eropa—yang mendarat di Tanjung Harapan tahun 1652—mengubah semuanya. Jan van Riebeeck yang memimpin pendudukan VOC atas wilayah Afrika Selatan menggunakan daerah Kirstenbosch sebagai lokasi pertanian, bahkan membuat semacam sekat dari tanaman kenari liar tahun 1670 untuk menghalau suku Khoi Khoi.

Selama lebih dari 200 tahun di sebelah timur dan utara Table Mountain ditanami pohon lokal, seperti stinkwood, yellowwood, dan wild olive, yang hasilnya digunakan untuk membuat bangunan atau untuk perapian. Areal yang menjadi hutan dan pertanian ini kemudian dibeli oleh Cecil John Rhodes tahun 1859 untuk dijadikan taman botani, yang kemudian diserahkan kepada pemerintah. (Fitrisia Martisasi dari Cape Town, Afrika Selatan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com