Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INDUSTRI KECIL

Perajin Knalpot Terjebak Persaingan Tak Sehat

Kompas.com - 04/08/2011, 04:47 WIB

PURBALINGGA, KOMPAS - Perajin industri kecil knalpot di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, terjebak persaingan harga yang tidak sehat karena belum adanya standardisasi harga produk. Akibatnya, jumlah usaha menyusut lebih dari 80 persen selama dua tahun terakhir dari 500 unit pada 2009 kini tersisa 150 unit. Bahkan, sekitar 2.450 orang harus kehilangan pekerjaan.

Wachyono (43), salah satu perajin knalpot di Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, Rabu (3/8), mengakui, tidak ada patokan harga untuk knalpot dengan spesifikasi yang sama. ”Bahkan, meski industrinya bersebelahan, bisa saja satu showroom menjual knalpot yang jenisnya sama lebih rendah Rp 1 juta dibandingkan toko di sekitarnya,” ujarnya.

Tak adanya standardisasi harga membuat para perajin saling bersaing dan menjatuhkan harga pasaran demi memenangi persaingan pemasaran knalpot. Akibatnya, perajin yang modalnya lemah kalah bersaing dengan perajin yang berani menjual knalpot lebih murah karena memiliki modal lebih kuat.

Bahkan, lanjut Wachyono, satu bengkel bisa membuat pesanan dari dua produsen knalpot atau lebih. Pemilik bengkel pun bebas menentukan harga yang berbeda bagi masing-masing produsen. Saat ini, secara umum, harga knalpot di sentra industri Purbalingga antara Rp 1,5 juta dan Rp 10 juta per unit, tergantung kualitas dan jumlah pesanan.

Akibat tidak ada standar minimal harga jual, banyak perajin terpaksa melepas produknya dengan harga murah ketimbang tidak laku terjual. Apalagi, perajin dituntut tetap membayar upah karyawan dan menjaga kontinuitas produksi.

Agus Atmaja, pemilik PT Fan Folker Enterprises Purbalingga, mengatakan, persaingan tidak sehat tersebut merupakan masalah klasik yang bertahun-tahun dihadapi perajin knalpot dan belum ada jalan keluarnya. Akibatnya, bukan produsen lagi yang menentukan harga, melainkan pasar.

”Jika pasarnya dibilang jenuh, sebenarnya tidak. Pasar masih sangat terbuka luas. Masalahnya, masing-masing perajin tidak pernah ada komunikasi dan justru bersaing sendiri-sendiri,” ungkap Agus yang produknya banyak dipesan sejumlah agen tunggal pemegang merek di Indonesia.

Menanggapi hal ini, Ketua Koperasi Perajin Knalpot Braling Muhadjirin menilai perajin sudah saatnya membangun kesadaran untuk menentukan harga standar terendah bagi setiap produk yang dihasilkan. Hal ini menuntut peningkatan kualitas produk dan layanan purna jual yang memuaskan.

Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Purbalingga Agus Purhadi Satya mengatakan, pihaknya segera mengumpulkan semua perajin dalam waktu dekat untuk mendiskusikan penentuan harga jual minimal knalpot. Pemasaran knalpot Purbalingga idealnya dilakukan melalui satu pintu sehingga harga knalpot antarperajin setara.

”Jangan saling menjatuhkan. Namun, hal ini menuntut perbaikan kualitas knalpot yang sebagian besar masih buatan tangan dan belum bisa bersaing dengan knalpot pabrikan,” tutur Agus. Pemerintah Kabupaten Purbalingga masih mengupayakan bantuan mesin pencetak knalpot.

(GRE) Masalahnya, masing-masing perajin tidak pernah ada komunikasi dan justru bersaing sendiri-sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com