Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butet, Kasus Perbudakan di Medan

Kompas.com - 13/03/2012, 15:44 WIB
Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Kasus Sri Purwati alias Purowati alias Butet adalah kasus perbudakan yang langka sekali terjadi di Sumatera Utara. Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumut, Rina Sitompul, pun mengaku baru pertama kali menangani kasus semacam ini.

Terkait dengan hal itu, Rina mendesak kepolisian untuk bertindak cepat.  Namun sampai hari ini polisi terkesan lamban mengungkap padahal bukti saksi dan tertulis sudah disiapkan. "Mungkin masih banyak Sri-Sri lain, jadi kasus ini harus diselesaikan secara tegas dan tuntas," ucap Rina.

Rina menjelaskan, korban menjadi dampingan P2TP2A sejak tanggal 10 Februari lalu, diantar oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPID) Sumut. Saat ini, korban tinggal di 'Rumah Aman milik' lembaga di bawah naungan Biro Pemberdayaan Perempuan Sumut.

Menurut Rina, jika UU Perlindungan Anak dapat berlaku surut maka majikannya telah melanggar UU ini. "Kita minta polisi tidak kecolongan untuk mengenakan pasal berlapis bagi pelaku karena selain KUHP pelaku juga dikenakan UU KDRT karena kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi yang dialami korban selama 25 tahun," papar Rina.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, selama 25 tahun Butet mengalami penyiksaan sebagai pembantu rumah tangga. Ia adalah anak transmigran yang dirawat oleh keluarga tersebut sejak kira-kira berusia 5 tahun. Butet hingga kini tak bisa membaca dan menulis, hingga tak bisa dengan pasti menyebutkan berapa umurnya.

Butet mengaku tak pernah mendapat upah. Tak hanya itu, warga Jalan Brigjen Katamso Gang Datuk, Medan ini pun mengaku kerap mendapat perlakukan kasar, hingga penganiayaan. Akses interaksi Butet pun ditutup total, layaknya hidup di penjara. Identitas Butet bahkan diubah oleh pihak majikan. Hal ini dibuktikan dengan sebuah kartu keluarga yang dibuat oleh sang majikan.

Pengaduan terhadap kasus ini sesungguhnya telah dilayangkan Butet pada 8 Februari silam, sesaat setelah ia berhasil meloloskan diri dari rumah majikannya yang berinisial PRS. Kala itu sekira pukul 19.00 WIB, Butet langsung membuat pengaduan didampingi Kepala Lingkungan setempat. "Saya mau ketemu keluarga. Ayah dan adik. Saya tidak marah, dan mau dia dihukum ringan tapi saya minta ganti rugi," kata Butet.

Menurut Rina, kekerasan yang dilakukan majikan Butet adalah kekerasan dalam rumah tangga dan melanggar undang undang tenaga kerja yang mengarah kepada perbudakan. "Ini pelanggaran HAM yang kejam dan tidak berprikemanusiaan. Hak-nya untuk tumbuh dirampas. Kita minta kepolisian mengenakan pasal berlapis," kata Rina.

Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh konfirmasi dari pihak kepolisian maupun majikan yang mendapat tuduhan dari Butet, tentang tindak lanjut atas perkara tersebut.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com