Proses destilasi, yakni pemisahan air dan bioetanol, memakan banyak energi sehingga memerlukan modal besar. Efisiensi kinerja enzim perlu ditingkatkan sehingga kadar bioetanol dapat ditingkatkan jauh di atas enam persen.
Bahan bakar nabati terbagi antara biodiesel dan bioetanol. Biaya produksi keduanya saat ini belum mampu bersaing dengan harga bahan bakar konvensional dari fosil. Produksi biodiesel dari limbah kelapa sawit diperkirakan Rp 8.000 sampai Rp 10.000 per liter. Biaya produksi bioetanol di atas biaya produksi biodiesel.
Agus mengatakan, produksi bioetanol harus dipersiapkan untuk jangka panjang. Pada suatu saat nanti, harga bahan bakar fosil akan makin mahal akibat ketersediaan makin tipis.
Di sisi lain, kelimpahan biomassa di Indonesia sebagai bahan baku sumber energi terbarukan di antaranya diolah menjadi bioetanol sangat tinggi. Data menunjukkan, potensi biomassa mampu membangkitkan energi listrik hingga 49.810 megawatt.
Saat ini diperkirakan pemanfaatan biomassa baru mampu memproduksi listrik 445 megawatt, kurang satu persen dari potensinya.
Proses destilasi untuk memisahkan kandungan air pada bioetanol tidak mampu meningkatkan kadar bioetanol sampai 99,5 persen sesuai syarat menjadi bahan bakar nabati. Diperlukan pemberian tekanan dan penyerapan (
”Bioetanol banyak dihasilkan masyarakat hanya melalui proses destilasi, tidak sampai dengan PSA,” kata Agus.
Kadar air bioetanol memengaruhi proses pembakaran pada mesin. Kadar air di atas 0,5 persen bersifat korosif dan bisa mempercepat keausan mesin.
Menurut Agus, memproduksi bioetanol dipengaruhi jenis bahan bakunya. Bahan baku bioetanol generasi kedua yang paling bagus adalah ampas tebu.
Ampas tebu memiliki selulose tinggi dan masih memiliki kadar glukosa yang mempercepat proses fermentasi menghasilkan bioetanol.
Pilihan limbah industri kelapa sawit paling memungkinkan untuk berkelanjutan mengingat produksi kelapa sawit kian hari kian meningkat.
Bioetanol generasi kedua paling berpeluang diproduksi untuk mengurangi beban ketergantungan pada bahan bakar fosil. Meskipun belum mampu bersaing, bioetanol makin memiliki prospek seiring dengan menipisnya cadangan minyak bumi.