Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir-akhir ini dipicu baik oleh sentimen eksternal maupun faktor internal-domestik. Sentimen positif eksternal didorong oleh menguatnya pasar modal Eropa dan Amerika Serikat. Saham-saham di Wall Street bergerak naik sebagai respons sentimen publikasi menguatnya sektor manufaktur dan data konsumen.
Selain itu, stabilitas makroekonomi dan tumbuhnya ekonomi Indonesia juga menjadi faktor penarik bagi investor global di tengah semakin terbatasnya negara tujuan investasi. Kondisi ini membuat pasar modal di Indonesia terus menguat dengan semakin besarnya likuiditas di lantai bursa.
Yang menarik dari rekor capaian terbaru IHSG adalah baik investor lokal maupun asing banyak memborong saham sektor konstruksi dan infrastruktur. Nilai transaksi kedua sektor ini mencapai Rp 6,6 triliun atau 87 persen dari total 5,23 juta lot dengan nilai transaksi Rp 7,63 triliun pada 1 Maret 2013.
Investasi pada pasar modal di sektor konstruksi dan manufaktur merupakan respons dari semakin besarnya realisasi dan potensi ekonomis pada kedua sektor ini. Selain itu, semakin menguatnya daya beli serta kelas menengah juga memperbesar keyakinan berinvestasi di Indonesia.
Semakin membesarnya ekonomi Indonesia membutuhkan peran pasar modal untuk memediasi investor dan perusahaan melakukan ekspansi usaha. Kuat dan besarnya permintaan domestik membuka peluang korporasi untuk intensifikasi strategi pertumbuhan. Namun, hingga saat ini, jumlah investor lokal tercatat masih di bawah 1 persen dari total populasi Indonesia.
Dari sisi jumlah emiten, peluang untuk terus menambah emiten baru juga terbuka luas. Saat ini Bursa Efek Indonesia berencana menambah 150 emiten baru sampai tahun 2017. Upaya edukasi dan sosialisasi, baik untuk perusahaan maupun investor, perlu terus kita tingkatkan untuk terus menjadikan pasar modal sebagai pembiayaan dan investasi strategis di Indonesia.
Peran pasar modal sebagai salah satu instrumen pertumbuhan ekonomi dan percepatan pembangunan perlu terus didorong agar dapat mengalir pada sektor-sektor riil. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari aksi spekulasi uang panas yang berpotensi membahayakan perekonomian nasional.