Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iklan "Peralihan" Operator Dianggap Mengganggu

Kompas.com - 10/09/2014, 14:38 WIB
Oik Yusuf

Penulis

KOMPAS.com - Operator telekomunikasi tertentu menyisipkan iklan pada tautan yang diklik penggunanya, sebelum mencapai ke situs yang dituju. Hal ini menuai protes.

Penolakan praktik iklan yang dianggap mengganggu itu disampaikan oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dan Asosiasi Digital Indonesia (IDA).

Ada dua jenis iklan yang dianggap mengganggu, yaitu iklan "peralihan" alias interstitial ads. Iklan jenis ini muncul saat pengguna menuju ke halaman tertentu, sebelum masuk halaman itu pengguna dialihkan ke halaman iklan.

Sedangkan iklan jenis kedua yang juga dianggap mengganggu adalah offdeck ads. Iklan jenis ini muncul di bagian atas halaman situs yang dituju, "mendorong" konten situs ke bawah.

"Yang menjadi keprihatinan kami di idEA dan IDA adalah penayangan iklan ini dilakukan tanpa izin dan kerjasama dengan pemilik situs," sebut Ketua Umum idEA Daniel Tumiwa dalam siaran persnya, Rabu (10/9/2014).

Masalahnya, lanjut Daniel, pengguna kebanyakan akan merasa iklan itu berasal, atau menguntungkan, pemilik situs. Akibatnya, pemilik situs lah yang diprotes pengguna.

Hal lain yang menjadi keberatan, ujarnya, adalah iklan yang kerap terasa tidak etis. Misalnya, iklan pesaing muncul saat mengunjungi halaman situs layanan tertentu.

Hostile Redirecting

Daniel mengatakan, praktik iklan tersebut bisa bertentangan tentang Pasal 32 Ayat 1, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

"Dilihat dari sisi struktur DNS (Domain Name System) yang sudah tertata rapi di seluruh dunia, alamat situs atau URL (Uniform Resource Locator) apabila diakses seharusnya menuju ke alamat yang sama," tutur Daniel.

Dalam hal iklan ini, operator disebut mengarahkan pengguna ke alamat operator terlebih dahulu untuk menghasilkan pendapatan iklan. "Praktik ini dapat digolongkan sebagai upaya hijacking atau hostile redirecting untuk menghasilkan keuntungan sepihak," katanya.

Baik pihak IDA maupun idEA mengaku telah berusaha menyelesaikan masalah ini dengan komunikasi formal dan diskusi ke operator telekomunikasi yang dimaksud.

Ketua IDA, Edi Taslim mengatakan sejak September 2013, pihaknya telah berupaya untuk menyelesaikan persoalan ini melalui ranah diskusi.

"Namun, kami kecewa karena tidak adanya konsistensi dan komitmen terhadap pernyataan sebelumnya. Praktik intrusive advertising ini dilakukan tanpa izin dan sepengetahuan pemilik situs serta mengganggu kenyamanan, baik pemilik dan pengunjung situs," tegasnya.

Berdasarkan pengamatan, kedua jenis iklan itu tidak selalu muncul saat pengguna mengakses situs web. Misalnya, jika membuka www.kompas.com dari ponsel secara langsung, tidak ada iklan yang menghalangi. Namun, iklan tersebut kerap muncul apabila pengguna mengakses tautan dari social media.

Tanggapan Operator

Dalam keterangan tertulis itu, IDA dan idEA menyebut praktik iklan yang tidak disukai itu dilakukan oleh operator Telkomsel dan XL Axiata.

Berikut adalah tanggapan dari XL Axiata yang disampaikan lewat Manager Public Relation, Henry Wijayanto:

"Kami akan pelajari dan diskusikan dulu di internal kami mengenai hal tersebut. Dan kami tentunya juga menghargai sikap penolakan yang disampaikan tersebut. Namun demikian, kami berharap akan ada kesamaan pandangan dan pemahaman bersama antara XL dengan rekan-rekan asosiasi mengenai bisnis mobile advertising tersebut," tuturnya saat dihubungi KompasTekno, Rabu (10/9/2014).

Sedangkan pihak Telkomsel menyampaikan tanggapan berikut ini, yang disampaikan oleh Denny Abidin, GM External Corporate Communication Telkomsel:

"Sehubungan dengan press release yang dikeluarkan oleh idEA dan IDA terkait penolakan terhadap praktik Intrusive Advertising oleh Operator Seluler, saat ini kami tengah melakukan diskusi di  internal Telkomsel. Pada dasarnya kami menghormati sikap idEA dan IDA tersebut dan berupaya agar ada titik temu ke depannya mengenai hal ini. Telkomsel akan selalu patuh pada hukum dan ketentuan yang berlaku termasuk dalam hal iklan digital ini."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com