Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Pemerintah Dianggap Kurang Mendukung Startup Lokal

Kompas.com - 30/06/2015, 14:59 WIB
|
EditorReza Wahyudi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekosistem perusahaan rintisan digital atau startup di Indonesia sedang tumbuh pesat. Hal ini tak lepas dari meningkatnya penetrasi perangkat elektronik dan jaringan internet.

Menurut Co-founder East Ventures (EV) Wilson Cuaca, investor asing saat ini menaruh minat yang besar untuk mengembangkan startup-startup di Indonesia.

"Semua investor berlomba-lomba untuk mendanai startup Indonesia," katanya usai acara pembukaan coworking space EV HIVE, Jumat, (26/6/2015) di bilangan Blok M, Jakarta Selatan.

Sayangnya, pemerintah dianggap kurang mendukung pertumbuhan startup dengan segala peluang yang tersedia. Padahal, industri ini yang nantinya bakal mengembangkan ekonomi negara.

"Tantangan kita sekarang itu ada di pemerintah yang kurang mengerti. Mereka berusaha utak-atik. Contohnya lewat RPP E-commerce. Itu jelas-jelas akan menghambat ekosistem startup yang baru saja mau tumbuh," ia menuturkan.

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perdagangan online (e-commerce) sudah lama diwacanakan. Tujuannya mengatur mekanisme transaksi jual beli online dan pajak usaha industri online.

Saat ini, draft RPP yang dibuat Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih dalam tahap uji publik. Di dalamnya, terdapat satu pasal yang mewajibkan penjual dan pembeli dalam transaksi online, terverifikasi melalui input nomor KTP dan NPWP. Tahap verifikasi ini biasa disebut dengan KYC (Know Your Customer).

Hal tersebut, menurut Kemendag, dilakukan untuk melacak transaksi online agar memudahkan pemantauan implikasi pajak yang memungkinkan. Selain itu, metode KYC dianggap akan meningkatkan keamanan transaksi online, sehingga tak ada lagi kasus penipuan yang merugikan konsumen.

Apapun dalihnya, bagi para pelaku startup, wacana regulasi transaksi online akan mematikan industri lokal. Sebab, mekanisme verifikasi akan meruwetkan konsumen.

Skenario buruknya, konsumen akan beralih dari transaksi online melalui e-commerce lokal ke media sosial. Para pelanggan Bukalapak, Tokopedia atau Kaskus akan lebih memilih bertransaksi di Facebook, Instagram atau eBay yang lebih sederhana.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke