Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa "Jantung" di Balik Sukses Dapur Usaha "Online"?

Kompas.com - 08/12/2016, 10:51 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


KOMPAS.com
 – Kemana pun mata memandang jalanan utama Jakarta, kostum khas para driver jasa transportasi berbasis aplikasi online bisa gampang ditemukan.

Saat ini, mencari barang lewat browser gadget atau komputer, beragam nama situs web e-commerce pun muncul berderet dengan dagangan dari kelas receh sampai mewah.

Kedua ilustrasi bisa dibilang merupakan bukti bahwa teori internet of things (IoT) dan big data yang menyertainya sudah semakin mewujud nyata.

Sederhananya, IoT merupakan teori simulasi ketika aktivitas di Bumi semakin terkoneksi melalui jejaring internet.

Adapun big data, secara ringkas adalah penyebutan untuk kondisi ketika aneka rupa data muncul di internet dalam jumlah besar, dari banyak sumber, dan terus mendapatkan pembaruan. Topik, ukuran, dan waktu kemunculannya tak terbatas.

Gartner Inc, memperkirakan ada 6,4 miliar peranti terhubung ke internet pada 2016. Angka itu melonjak 30 persen dibandingkan 2015.

“Pada 2016, akan ada 5,5 juta peralatan baru yang saling terhubung setiap hari,” ungkap perusahaan itu dalam rilis pada 10 November 2015.

Thinkstock/Daviles Ilustrasi e-commerce

E-commerce dan situs web jualan online bisa disebut sebagai satu babak dari IoT. Pada babak ini, interaksi orang melalui internet sudah menjadi wadah bisnis dan solusi aktivitas keseharian.

Merujuk analisis Gartner, sebelum  2020 jumlah peranti yang saling terhubung lewat internet akan mencapai 20,8 miliar unit.

Nilai dari semua koneksi ini ditaksir mencapai 235 miliar dollar AS pada 2016, dengan bisnis telekomunikasi maupun jasa aplikasi online bakal tumbuh paling cepat.

“Dapur” IoT

Bagi kebanyakan orang awam pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi online, yang dibutuhkan adalah punya aplikasi, gampang dipakai, dan layanan memuaskan.

Untuk situs web belanja online, pada umumnya orang-orang memperhitungkan kecepatan akses, kemudahan penggunaan, variasi barang yang ditawarkan, tawaran harga, serta jaminan terkait keamanan pembayaran dan pengantaran barang.

Di telinga orang awam, hal-hal tersebut terdengar sebagai “tuntutan” wajar pengguna. Namun, bagi para pemilik aplikasi, barisan kalimat itu akan menentukan masa depan layanan dan bahkan bisnisnya.

Investasi usaha mereka harus didukung oleh infrastruktur yang kokoh, terutama di sisi teknologi informasi sebagai penopang utamanya.

Thinkstock Ilustrasi penetrasi internet dan penggunaannya di peranti mobile.

Untuk promosi, misalnya, program diskon atau bagi-bagi hadiah memang sudah jamak dilakukan para pemilik usaha berbasisonline ini.

Bayangkan, apa jadinya ketika program promosi sudah bergulir tetapi ternyata situs web-nya macet karena banyak orang mengakses bersamaan atau bahkan jadi down total.

Bila sampai terjadi begitu, berbagai komplain konsumen dipastikan akan mengalir deras ke situs web itu. Citra yang mereka bangun dengan susah payah bakal rusak. Bisa ditebak pula, pelanggan lari ke penyedia jasa serupa. “Bencana” pun di depan mata usaha ini.

Untuk mencegah “bencana”, penyedia layanan berbasis internet harus tepat memilih dan menjaga kinerja server. Peranti ini merupakan “jantung” dari seluruh proses bisnis usaha berbasis online dengan tuntutan kecepatan, kemudahan, dan kepastian akses.

Kapasitas, kepastian, keamanan

Kapasitas penyimpanan server, misalnya, harus dipastikan memadai untuk menangani arus komunikasi yang besar. Untuk memastikan layanan 24 jam setiap hari, pasokan listrik harus dipastikan terjamin, termasuk saat arus listrik dari jaringan utama terputus.

Untuk itu, server yang dipilih sebaiknya sudah pula terintegrasi dengan uninteruptable power supply (UPS) berkapasitas besar. Cadangan pasokan listrik yang dibutuhkan tak cukup bila hanya tersedia untuk hitungan menit.

Server juga harus memiliki sistem berbasis otomatis, yang memungkinkan UPS langsung  mengambil alih pasokan listrik ketika terjadi gangguan pada jaringan utama.

Usaha berbasis internet juga harus mempertimbangkan ketepatan memilih teknologi perangkat server.

Server yang dipilih sebaiknya juga punya kemampuan memastikan tidak ada lonjakan arus listrik ke rangkaian peralatan ketika terjadi pergantian sumber pasokan.

Lonjakan arus listrik tak hanya menjadi ancaman bagi perangkat keras. Justru, risiko terbesar yang bisa terjadi bila lonjakan itu tak bisa diantisipasi adalah hilangnya data. 

Kemampuan menangani gangguan seperti ini juga harus diimbangi dengan dukungan perangkat lunak yang memastikan keamanan data dari kebocoran sistem maupun upaya pencurian lewat dunia maya.

Bagi pengusaha dengan skala usaha yang masih terbatas—seperti startupedge computing patut dipertimbangkan untuk diterapkan.

Sistem ini cukup menggunakan micro data center (MDC) untuk operasional usaha, yang lebih efisien dari sisi biaya—sesuai kapasitas cakupan—tetapi layanannya tetap optimal.

Ibaratnya, MDC adalah tandon untuk menampung dan melayani pasokan air di satu kota, meski sumbernya tetap dari waduk besar—sebagai analogi data center besar.

Smartbunker FX dari Schneider Electric bisa menjadi pilihan untuk penerapan edge computing tersebut. Bila skalanya cukup luas dengan kompleksitas data lebih tinggi, di daftar pilihan ada MDC Smartshelter Multi-rack dari Schneider Electric.

Ketika "dapur" dan "jantung" layanan IT ini sudah siap tempur, jangan heran bila ke depan makin banyak tantangan kebutuhan masyarakat terjawab oleh startup berbasis IoT dan Big Data.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com