Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan regulasi yang mewajibkan platform digital asing bekerja sama dengan perusahaan media yang ada di Tanah Air.
Regulasi itu disebut sebagai Publisher Right atau hak penerbit. Dengan aturan ini, platform seperti Google dan Facebook (Meta), akan diwajibkan membayar konten berita yang tayang di platform mereka kepada media.
Rancangan regulasi Publisher Right ini sudah dikirim ke Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Negara, untuk izin prakarsa.
Rancangan aturan yang berbentuk Peraturan Presiden ini awalnya ditargetkan rampung dibahas pada Maret 2023. Namun, per Juli 2023 ini aturan Publisher Right masih belum disahkan secara resmi.
Menanggapi masalah tersebut, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut mengatakan regulasi Publisher Right harus cepat dibahas agar kebijakan tersebut tidak kehilangan relevansinya di industri saat ini.
Tanggapan AMSI selengkapnya bisa disimak di artikel "Asosiasi Komentari Rencana Pemerintah Indonesia Wajibkan Google, Facebook dkk Bayar Konten Berita".
Microsoft baru-baru ini meminta penggunanya untuk segera melakukan pembaruan (update) sistem operasi PC desktop/laptop Windows.
Sebab, perusahaan menemukan kerentanan dalam sistem yang memungkinkan pelaku kejahatan (hackers) mengeksploitasi data, serta mendapat akses penuh menggunakan celah sistem yang belum ditambal (unpatched system).
Microsoft sudah menemukan setidaknya 132 kerentanan sistem yang tersebar di beberapa jajaran produk Windows pada minggu ini.
Enam dari ratusan kerentanan tadi tengah dieksploitasi secara aktif. Serangan sistem tersebut masuk dalam kategori zero-day attack.
Selengkapnya bisa disimak di artikel "Microsoft Umumkan Layanan Game Pass Baru, Pengganti Xbox Live Gold".
Salah ketik alias typo mungkin menjadi hal sepele bagi sebagian orang. Akan tetapi, typo justru menjadi masalah besar bagi militer Amerika Serikat (AS). Gara-gara typo, jutaan e-mail yang terkait dengan militer AS salah kirim ke Mali, Afrika Barat.
Praktik ini bahkan sudah berlangsung selama lebih dari 10 tahun. Adapun letak kesalahannya yaitu pada domain yang dipakai saat berkirim e-mail. Seharusnya e-mail militer itu dikirim menggunakan domain .MIL.
Namun, sejumlah pihak sering kali salah dalam mengetik domain itu menjadi .ML. Padahal, domain .ML adalah pengenal negara Mali. Johannes Zuurbier, seorang pengusaha Belanda yang dikontrak untuk mengelola domain Mali, berkata bahwa praktik itu sudah terjadi selama satu dekade.
Padahal, dia berulang kali memberikan peringatan kepada Pemerintah AS. Salah satu e-mail yang nyasar itu berisi informasi soal kunjungan jenderal AS ke Indonesia.
Informasi selengkapnya bisa disimak di artikel "Jutaan E-mail Militer AS Nyasar ke Afrika, Ada Informasi soal Indonesia".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.