Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Kepastian dan Ketidakpastian Frekuensi 5G

Kompas.com - 16/10/2023, 08:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEPASTIAN dan ketidakpastian soal layanan telekomunikasi seluler generasi kelima (5G) makin merebak bersamaan rencana pemerintah menggelontorkan spektrum frekuensi 700 MHz dan 26000 MHz (26 GHZ). Saat ini rencana keputusan menteri Kominfonya sedang dalam tahapan uji publik.

Indonesia termasuk negara yang sangat lambat dalam penerapan teknologi 5G dibanding negara tetangga, semisal, Singapura, Malaysia, dan Australia.

Saat yang sama China bahkan sudah melakukan uji coba layanan 6G dengan prasarana satelit.

Ada juga layanan 5G dalam titik sempit, misalnya, di acara pertemuan kelas dunia MotoGP di Mandalika, Lombok atau AIS di Bali, atau tempat lain.

Tetap saja, karena yang dipakai adalah spektrum frekuensi pinjaman yang sedang digunakan layanan 4G LTE, kualitas yang muncul sekadar “5G rasa 4G”.

Layanan 5G murni baru bisa digelar hanya kalau operator seluler memiliki spektrum frekuensi tinggi berskala milimeter (milimeterwave) di atas 3 GHz (3000 MHz), misalnya 3,6 GHz, 26 GHz, 40 Ghz dan sebagainya.

Sementara yang digunakan operator Indonesia saat ini adalah 800 MHz, 1800 MHz hingga 2,1 GHz. Pernah frekuensi 26 GHz dipinjamkan sementara untuk event-event internasional.

Pemerintah memberi kepastian, sebelum akhir tahun ini akan merilis spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz untuk kebutuhan 5G.

Spektrum700 MHz sejak lama sudah digunakan, namun untuk layanan televisi siaran dengan teknologi analog, sementara 26 GHz boleh dikata kosong.

Frekuensi 700 MHz sudah dibersihkan lewat kebijakan ASO (analog switch off). Semua televisi siaran harus migrasi ke layanan digital yang lebih hemat frekuensi dengan mutu layanan lebih baik.

Penggunaan spektrum frekuensi tinggi untuk seluler memberi hasil mutu suara yang jauh lebih baik, kapasitas lebih besar, walau penggelarannya butuh investasi jauh lebih besar.

Robot

Sesuai sifatnya, makin tinggi frekuensi, jangkauannya makin sempit. Frekuensi 700 MHz – juga 800 MHz sampai 2,1 GHZ – punya jangkauan antara 2 km hingga 5 km, tetapi jangkauan milimeterwave/milimeterband hanya radius sekitar 200 meter sampai 300 meter.

Akibatnya jarak antara BTS (base transceiver station) milimeterband mengikuti kemampuan cakupan layanan tadi.

Dalam satu kawasan seluas 2 km2, misalnya, dengan menggunakan spektrum frekuensi 700 cukup hanya satu atau dua BTS, tetapi harus ratusan bahkan bisa ribuan untuk BTS milimeterband.

Selain itu, untuk mencapai mutu layanan terbaik, operator juga harus menggunakan prasarana serat optik FO (fibre optic) yang juga mahal sekali biaya penggelarannya.

Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Smartfren sudah memiliki jaringan FO, walau panjangnya belum mumpuni, misalnya, XL Axiata punya jaringan FO sepanjang lebih dari 130.000 km.

Sejatinya operator tidak perlu membangun sendiri jaringan FO karena bisa menyewa dari operator lain atau penyedia FO.

Selain mampu mentransmisikan data jauh lebih cepat dengan latensi (jeda) lebih rendah, kapasitas satu kabel FO sangat besar, jauh lebih besar dari kabel tembaga, transmisi radio atau satelit.

Besarnya investasi operator untuk layanan 5G bisa lebih dari 10X lipat investasi di 4G LTE. Layanannya akan mahal sekali sehingga pengguna 5G umumnya adalah korporasi, bukan ritel, langganan perorangan seperti kita-kita.

Layanan 5G dibutuhkan, misalnya, untuk pabrik industri yang bisa mengurangi banyak kebutuhan SDM dengan menggunakan robot, lebih efisien dan lebih akurat.

Juga untuk layanan transportasi tanpa sopir (autonomous vehicle) yang butuh akurasi tinggi, butuh pasokan frekuensi besar (broadband) tanpa putus.

Itu sebabnya pada spektrum frekuensi 26 GHz yang akan dirilis pita selebar sampai 1600 MHz di rentang 24,25 GHZ – 25,85 GHz dengan moda TDD (time division duplex). Sementara kebutuhan tiap operator untuk layanan 5G sedikitnya 100 MHz.

TDD adalah moda penggunaan lebar frekuensi untuk unggah dan unduh secara waktu, bergantian.

Ketidakpastian

Spektrum frekuensi 700 Mhz dengan moda FDD (frequency division duplex – pengunaan frekuensi unggah dan unduh bersamaan) akan diriis pemerintah selebar 45 MHz unduh berpasangan dengan 45 MHz untuk unggah.

Terletak di rentang 703 MHz – 708 Mhz berpasangan dengan rentang 758 MHz dan 803 Mhz, jumlahnya 90Mhz.

Selain untuk layanan 4G LTE, spektrum 700 MHz juga bisa digunakan untuk layanan IoT (internet of things) 5G.

Misalnya untuk pengaturan pembagian pakan ternak ikan, ternak sapi, pembagian jatah air pertanian, pengecekan kadar oksigen air dan sebagainya, prinsipnya sama, untuk efisiensi.

Bagi operator berapa pun lebar spektrum frekuensi yang disediakan, mereka mau mengambil dan menggunakannya. Menjadi ketidakpastian adalah harga frekuensi itu ketika dilelang kelak, apalagi untuk 26 GHz.

Media memberitakan, dalam lelang terakhir ketika 10 MHz frekuensi milik Indosat Ooredoo Hutchison harus dikembalikan ke pemerintah, Telkomsel menebusnya dengan Rp 1,1 triliun.

Berapa yang harus dibayar operator untuk mendapat, misalnya 15 MHz X 2 unggah dan unduh di 700 MHz, apalagi 100 MHz di 26 GHz?

Sementara ada aturan, operator harus bayar upfront fee dua kali harga lelang dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tahunan yang disetor ke negara sebagai PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Kecuali mungkin Telkomsel, operator umumnya akan kesulitan menebus frekuensi yang lebar.

Ada operator dan pengamat yang mengusulkan agar pemerintah mengurangi BHP frekuensi karena yang sekarang dianggap terlalu mahal.

Ada pula usul agar pemerintah menerapkan cara bebas pajak (tax holiday) sepanjang waktu tertentu, yang uangnya digunakan untuk menyicil harga lebar frekuensi sampai lunas.

Namun soal kebijakan ini, harus ditanyakan dan dimintakan izin Menteri Keuangan karena pengenaan tax holiday bukan domain Menkominfo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com