Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DARI XL UNTUK WISATA MAKASSAR

Telepon Gratis untuk Desa Lakkang

Kompas.com - 14/02/2011, 20:16 WIB

MAKASSAR, KOMPAS.COM- Tahukah Anda bahwa di dalam kota Makassar terdapat desa yang untuk mencapainya musti lewat sungai. Desa Lakkang namanya. Lokasinya tak bisa dilewati moda transportasi apapun, kecuali perahu. Orang lokal menamakan katingting untuk perahu yang mondar-mandir melintasi sungai Tallo, dari pintu desa ke pelabuhan superkecil, sebelah kawasan praktek pertanian lapangan Universitas Hasanuddin di bumi Tamalanrea, Makassar.

Sekali naik penumpang membayar Rp 3.000,- Lalu berjalan kaki sekitar 1 km untuk sampai ke jalan kampus Unhas. beruntung yang memiliki sepeda motor, mereka tinggal menaikkan ke katingting. Butuh waktu 20 menit untuk sampai jika memakai perahu motor 9 PK.

Tak ada mobil di desa itu, sebab percuma juga, jalan desa tak mampu untuk mengakomodasi mobil sekelas city car sekalipun. Meski terisolir, desa ini jadi asri nan bersih pun jauh dari perilaku jahat macam pencurian. "Kalaupun ada pencuri pasti tak bisa lari, karena harus lewat sungai," ujar salah seorang tetua desa.

Apa yang sesungguhnya ingin diharapkan dari desa kecil dengan sekitar 300 kepala keluarga oleh Pemerintah Daerah Makassar?

Banyak. Ada kultur yang mengakar dan belum tersentuh oleh industrialisasi. Warga setempat misalnya suka silat, bukan karate atau kung fu. Sektor agama juga mengakar kuat, dominan kaum muslim. Bahkan mungkin semuanya. Konstruksi rumah mengikuti khas bumi angin mamiri. Panggung yang di bawahnya terpakai untuk pemeliharaan ternak atau menjadi tempat menyimpan perahu. Ya, itulah mata pencaharian warga pria sebagai nelayan sungai.

Sementara kaum perempuan tampaknya mengisi waktu dengan membuat kerajinan tangan. Banyak material alam yang bisa digunakan. Sayang, lagi-lagi karena tak paham bagaimana mekanisme perdagangan, aneka kerajinan itu seperti menjadi sia-sia.

Dulu sewaktu meletus perang dunia kedua, desa ini menjadi sarang tentara Jepang. Buktinya adalah sebuah situs bunker yang selama ini seperti ditinggal begitu saja atau buat tempat main bocah-bocah.

Desa Lakkang bukan seperti pulau gundul minim pepohonan. Malah sebaliknya. Aneka bambu dan pepohonan bak merindangi rumah-rumah yang secara planologi sangat tertata rapi. Setiap rumah seperti memiliki kapling yang sama. Saban pagar dihiasi oleh aneka tetumbuhan perdu. Serunya, botol-botol plastik bekas air mineral dijadikan sebagai pot tanaman. Ada yang kreatif, membuat botol itu jadi hiasan. Tak ada sampah menumpuk, sebab tiap rumah punya keranjang sampah bikinan sendiri, dari bambu.

Tempat pendidikan hanyalah sebuah sekolah dasar. Meski demikian, anak-anak sekolah tetap ceria menantang masa depan. Jangankan internet, komputer pun belum tersedia. Toh ada banyak kegiatan seperti pramuka yang membuat anak-anak itu punya semangat bermain dan belajar.

Air sudah dialirkan ke desa. Mengambil dari sumbernya di Makassar. Listrik pun begitu. Tapi sambungan telepon? Tentulah investasi besar untuk menyelenggarakan. Namun urusan perteleponan, warga ternyata sudah punya ponsel.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com