Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Sayuran Menggerus Air Gunung Slamet

Kompas.com - 24/04/2009, 20:25 WIB

KOMPAS.com — GUNUNG Slamet bukan hanya menjanjikan keindahan alam yang elok, mulai lereng hingga puncaknya yang menjulang. Dari alamnya, ratusan sumber air yang vital bagi kehidupan di dataran bawahnya bermula. Namun, alih fungsi lahan besar-besaran menjadi ladang sayuran oleh masyarakat kini mulai menggerogoti sumber kehidupan itu.

Kabut masih membalut saat Muryanto, warga Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, melintas di pos pendakian Bambangan, yang terletak di punggung timur Gunung Slamet, Rabu (22/4). Berbalut kaus tebal, celana panjang kumal, dan memanggul cangkul, Muryanto hendak menuju ladang kentangnya.

"Saya mau ke ladang. Itu ladang saya. Kelihatan dari sini," ucap Muryanto sambil mengarahkan jari telunjuknya ke lereng gunung Slamet yang tampak samar-samar tersaput kabut tipis pagi itu.

Untuk menuju ladangnya, Muryanto masih harus mendaki dan berjalan sekitar 45 menit dari pos pendakian Bambangan. Maklum, ladang itu di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan rata-rata 25 persen sampai 30 persen. Cukup curam.

Muryanto tak sendirian membuka lahan sayuran di ketinggian itu. Hampir sejauh mata memandang, di lereng-lereng Gunung Slamet bagian timur yang tampak hamparan ladang sayuran yang di beberapa sisi terselip tegakan keras dan palawija. Hamparan sayuran pun jauh meluas hingga kaki gunung di desa-desa di wilayah Kecamatan Mrebet dan Karangreja, Purbalingga.

Bukit-bukit di lereng Slamet yang tampak seperti gunung-gunung anakan pun tak luput dari penanaman sayuran. Hutan yang dulu membalut kawasan lereng-lereng gunung anakan itu telah beralih menjadi guratan garis-garis melingkari bukit dari lembah sampai puncaknya.

Aneka macam sayuran ditanam di kawasan ini, mulai dari kentang, kubis, seledri, wortel, labu, hingga strawberi. Sejumlah warga di Desa Kutabawah, Kecamatan Karangreja, menuturkan, alih fungsi lahan besar-besaran itu mulai terjadi sejak akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an.

Sayuran tersebut menggantikan tanaman palawija. Bahkan, meluasnya ladang sayuran hingga menggerus lahan-lahan hutan rakyat, hutan produksi, hingga hutan lindung di kawasan Gunung Slamet bagian timur.

Ketua Mahardika Centre Purbalingga Heru Hariyanto mengungkapkan, ada 1.126 hektar lahan hutan lindung dan hutan produksi di lereng Gunung Slamet kini telah beralih fungsi menjadi lahan sayur. Dari waktu ke waktu, jumlah tersebut terus meluas seiring kian bertambahnya jumlah penduduk di wilayah-wilayah lereng Gunung Slamet bagian timur.

Sayuran menjanjikan keuntungan yang sangat besar bagi warga. Tak heran, banyak warga yang dapat membangun rumah gedhong, naik haji, dan memiliki kendaraan roda empat di desa-desa di lereng itu. Semuanya dihasilkan dari penanaman kentang dan sayuran lainnya secara besar-besaran dan terus-menerus sepanjang tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com