AW Subarkah
Antusiasme masyarakat internet dengan teknologi Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) yang berasal dari Amerika ini tampaknya harus diredam. Supaya ekspektasi terhadap teknologi ini tidak berlebihan, bagaimanapun ada aspek lain, seperti persoalan bisnis, peraturan yang sering menjadi penghalang bagi terwujudnya harapan yang ideal.
Perjalanan teknologi seperti WiMAX di negeri ini juga tidak selancar yang diharapkan, mulai dari penundaan rencana lelang blok frekuensi sampai kewajiban membayar bagi pemenang tender yang tersendat-sendat. Beberapa kali pihak pemerintah, melalui Ditjen Postel, mengeluarkan ancaman bagi penunggak pembayaran di muka itu bagi pemenang di spektrum 2,3 GHz.
Apa gerangan yang sebenarnya terjadi? Sepertinya ada kekecewaan dari para pemenang tender itu, mungkin karena mereka tidak mendapatkan sesuai dengan yang diinginkan. Adakah niat seperti untuk melindungi bisnis layanan internet tanpa kabel yang sudah berjalan selama ini?
”Memang ada rumor semacam itu yang berkembang saat ini,” kata Hermanudin, Business Planning Development General Manager IM2 dalam perbincangan dengan
Ketika teknologi komunikasi seluler masih memasuki generasi kedua atau 2G, teknologi yang masuk di negeri ini setidaknya ada dua macam, yaitu GSM dan CDMA. GSM yang datang dari Eropa datang lebih dahulu dan menguasai pasar sampai saat ini dibandingkan dengan CDMA yang dari AS.
Namun, ketika masuk ke ranah 3G, cikal bakal layanan pita lebar atau Broadband Wireless Access (BWA) kelompok GSM mengadopsi teknologi CDMA dengan teknologi yang mereka namakan WCDMA yang sekarang dikenal dengan nama HSDPA atau yang lebih cepat lagi HSPA. Hanya memang WCDMA tidak kompatibel dengan pengembangan CDMA yang dikenal dengan CDMA2000 Ev-Do (Rev A maupun Rev B).
Memasuki era 4G, kembali AS datang dengan membawa WiMAX dengan standar Institute of Electrical and Electronics Engineering (IEEE) 802.16d (untuk layanan tetap) dan 802.16e (